Popon, Wakil Direktur Jaringa Suara Indonesia (JSI).
Mamuju, mandarnews.con – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Mamuju yang telah usai menghadirkan sejumlah kejutan menarik. Secara mengejutkan pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Sitti Sutinah Suhardi-Ado Mas’ud unggul 53,34 persen atas pasangan petahana Habsi-Irwan di angka 46,66 berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mamuju tingkat kecamatan.
Paslon nomor 1 meraih 76.627 suara, sedangkan paslon nomor 2 meraup 67.029 suara. Dengan selisih perolehan 9.598 suara (6,68 persen) mengejutkan sejumlah pihak, karena sebelumnya paslon nomor 1 tidak diunggulkan.
Sebelumnya, Jaringan Suara Indonesia (JSI) melalui Wakil Direkturnya, Popon merilis data survei JSI yang memenangkan pasangan Habsi-Irwan dengan persentase 65,9%, sedangkan Sutinah-Ado kalah di angka 34,1%.
Hasil Pilkada Mamuju kemudian menempatkan hasil survei tersebut meleset dari perkiraan. Popon saat dihubungi selasa (15/12/20) mengungkapkan, survei tersebut sudah tepat sesuai kajian data, namun intuisinya menduga mesin partai di kubu petahana kurang maksimal bekerja.
“Survei itu merupakan snapshot atau rekaman saat survei dilakukan, yaitu pada 21-26 Oktober atau 40 hari sebelum hari pemilihan. Pasti akan terjadi ketidaksesuaian apabila mesin politik kandidat tidak berjalan di lapangan, menurut saya itu yang terjadi di Mamuju,” ujar Popon.
Ia mengakui itu hanya intuisi sebab JSI hanya melakukan survei, tidak melakukan pendampingan pemenangan kandidat di Mamuju.
“Artinya, kami tidak memantau day to day situasi yang ada di Mamuju,” kata Popon.
Sebelum merilis data hasil survei JSI di Mamuju, lanjutnya, pihaknya sudah terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan paslon kandidatnya dan menyampaikan bahwa efek dari dirilisnya hasil survei ada dua, yaitu snowball effect dan underdog effect.
“Dari dirilisnya hasil survei itu menjadi snowball effect lalu kemudian bergulir lalu orang semakin semangat untuk memenangkan Habsi-Irwan, terutama di tim tidak terjadi penurunan speed dan intensitas pergerakan tidak turun. Itu efek pertama,” papar Popon.
Lalu yang kedua, tambahnya, survei ini menjadi underdog effect di pihak kompetitor yang merasa masih tertinggal, masih harus bekerja keras, sementara di sisi tim Habsi-Irwan mungkin punya psikologis kita sudah menang, dan lain-lain sehingga yang terjadi di Pilkada Mamuju saat ini ialah underdog effect.
“Ini sudah saya sampaikan secara gamblang saat menyampaikan presentasi di Mamuju,” ujar Popon.
Ia pun tidak tahu secara detail perkembangan yang terjadi saat Pilkada berlangsung, apakah kedua kandidat sama-sama fight di elektoral, ada anomali, atau ada peristiwa yang terjadi 40 hari terakhir.
“Ini sebuah anomali yang tentu harus diukur berdasarkan peristiwa atau kejadian 40 hari terakhir sebelum Pilkada berlangsung. Biasanya survei kami lakukan seminggu menjelang Pilkada sehingga dinamisasi pergerakan di lapangan (elektoral, red) kecil mengubah hasil survei. Tapi kalau 40 hari sebelum Pilkada itu masih bisa berubah, masih kadaluwarsa datanya,” pungkas Popon. (*)
Editor: Ilma Amelia