“Saya tekankan lagi, pada saat menentukan diagnosa perubahan organisasi, pejabat harus paham visi Indonesia. Pertama, kita hidup di dalam lingkungan global yang sangat dinamis. Jadi, makin kompleks kejutan yang datang yang kadang-kadang tidak diperhitungkan sebelumnya,” ungkap Lolly.
Sebagai contoh, lanjutnya, PUPR dapat tugas baru urusan keciptakaryaan untuk membangun pasar maupun sekolah, yang sebelumnya menjadi urusan Dikti (Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
“Kedua, akan ada pengembangan organisasi di 34 provinsi di bidang cipta karya, termasuk perumahan. Ketiga, akan ada 34 balai juga yang mengurusi pemilihan pelaksana pengadaan barang dan jasa. Keempat, ada cara-cara baru dan nilai-nilai baru dari setiap solusi pada setiap permasalahan dengan inovasi-inovasi yang tidak dikerjakan dengan cara-cara biasa,” papar Lolly.
Ia juga mengajak peserta untuk meninggalkan cara-cara lama dan pola-pola lama, serta mengelola organisasi secara efektif dan efisien.
“Pembangunan infrastruktur dilakukan seoptimal mungkin. Dalam arti kalau membangun bendungan berarti juga harus sampai jaringan irigasinya, termasuk pemanfaatan airnya untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, dan sebagainya. Demikian juga dalam membangun jembatan harus terkoneksi dengan jembatan sampai level terkecil,” imbuh Lolly.
Yang tidak kalah penting, tambahnya, adalah pembangunan SDM melalui pengembangan vocational training, vocational education school, yang dalam hal ini sudah dimulai dengan didirikannya Politeknik Pekerjaan Umum dalam rangka membentuk tenaga-tenaga terampil.
Menurutnya, BPSDM sendiri juga harus direformasi, dimana pelatihan-pelatihan tidak boleh jadul. Para pengajar menggunakan metode pengajaran yang tidak biasa, tetapi lebih bersifat resolusif, yakni bagaimana memecahkan masalah di lapangan dengan menerapkan 70 persen praktek di lapangan, dan 30 persen teori. Dan yang tidak kalah penting, adalah membangun manajemen talenta serta mereformasi birokrasi. (rilis Kemen PUPR)
Editor: Ilma Amelia