Ilustrasi Stop Bullying ( Perundungan). Sumber foto: tempo.co
Jakarta, mandarnews.com – Kasus penganiayaan yang menimpa AY (14), siswi sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pontianak, Kalimantan Barat memang membuat miris. Bagaimana tidak, korban dan pelaku masih sama-sama berusia anak.
Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkomitmen akan mengawal kasus tersebut hingga selesai.
Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu dalam siaran persnya, Kamis (11/4/2019) menyampaikan, korban akan terus mendapatkan penanganan dalam bentuk trauma healing dari psikolog.
“Sementara itu, pihak rumah sakit berencana akan melakukan hypnotherapy bagi korban. KemenPPPA berharap agar korban mendapatkan proses pemulihan terbaik,” ujar Pribudiarta.
Ia menjabarkan, KemenPPPA menghargai setiap proses hukum yang berlaku, namun tetap berharap semua pihak menangani proses ini dengan tidak gegabah mengingat para pelaku masih dalam kategori anak-anak.
“Semua pihak harus benar-benar memahami penyebab pelaku anak melakukan tindak penganiayaan agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat, tentunya yang mengacu pada Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” kata Pribudiarta.
Menteri PPPA, Yohana Yambise dalam siaran persnya, Kamis (11/4/2019) juga mengecam kasus perundungan terhadap AY tersebut.
“Boleh jadi kasus ini terjadi karena luputnya pengawasan orang dewasa. Ada yang keliru pada sikap anak-anak kita, berarti juga ada yang keliru pada kita sebagai orang dewasa yang merupakan contoh bagi anak-anak,” sebut Menteri Yohana.
Walau demikian, Menteri Yohana menilai tindakan para pelaku dengan alasan dan kondisi apapun, meski usia anak sekalipun, tidak pernah bisa dibenarkan. Menurutnya, prinsip Zero Tolerance bagi seluruh pelaku kekerasan pada anak harus ditegakkan.
“Saya berharap kasus ini tetap dikawal sampai selesai dan menemukan jalan terbaik bagi semua pihak. Korban dan pelaku sama-sama berusia anak. Saya harap keduanya bisa diberikan pendampingan. Korban didampingi proses trauma healingnya, sedangkan pelaku didampingi untuk pemulihan pola pikir atas tindakan yang telah dilakukan,” tukas Menteri Yohana.
Paling penting, lanjutnya, pemenuhan hak-hak mereka harus dipastikan. Sebagai korban ataupun pelaku, mereka tetap anak-anak. Sudah seharusnya dilindungi dan diluruskan jika mereka berbuat salah.
Tim dari KemenPPA bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Provinsi Kalimantan Barat, Dinas PPPA Kota Pontianak, Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pontianak, dan para psikolog telah turun langsung menangani dan mendampingi korban yang masih dirawat di RS Mitra Medika serta melakukan pendampingan hingga ranah hukum.
Saat ini, pihak Polresta Kota Pontianak sendiri telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus penganiaayaan dan dikenakan pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman tiga tahun enam bulan penjara.
Perilaku yang diterima oleh korban AY dikategorikan sebagai perundungan. Dilansir dari republika.co.id, ada empat jenis perundungan, yaitu perundungan fisik, perundungan verbal, perundungan siber, dan perundungan relasional.
Perundungan fisik adalah jenis penindasan yang paling umum. Hal ini terjadi ketika pelaku yang ukuran tubuhnya lebih besar mencoba mengintimidasi yang lebih lemah. Ini bisa termasuk memukul, menendang, meninju, menyandung, menghalangi jalan, dan bahkan menarik rambut. Perundungan ini juga bisa melibatkan sentuhan dengan cara yang tidak pantas.
Perundungan verbal adalah intimidasi yang melibatkan penggunaan kata-kata dan pernyataan yang menyakitkan, pemanggilan nama, dan bahkan ancaman. Kata-kata dan komentar yang kejam ini dibuat dengan tujuan utama menyakiti seseorang. Komentar tersebut mungkin termasuk penghinaan penampilan fisik, jenis kelamin, agama seseorang atau bahkan cara mereka berperilaku. Ini juga melibatkan mengejek cara seseorang berbicara.
Jenis perundungan lainnya adalah perundungan siber, intimidasi ini yang paling sulit dikenali dan mungkin yang paling berbahaya. Perundungan siber dapat mencakup apa saja, mulai dari membuat ancaman online hingga mengirim teks dan email yang menyakitkan dan menakutkan.
Sedangkan perundungan relasional pada dasarnya bersifat licik, dalam arti melibatkan seseorang sebagai bagian dari kelompok, memanipulasi reputasi mereka atau menyebarkan desas-desus buruk tentang mereka. Jenis intimidasi ini dapat terjadi di mana saja, pelaku sering menggunakan statusnya sendiri dalam kelompok untuk merendahkan atau mendominasi orang lain.
Editor : Ilma Amelia