Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2015 lalu
menetapkan 170 kabupaten atau kota rawan bencana. Dari daftar tersebut,
Kabupaten Majene termasuk daerah rawan bencana.
Hal ini diungkapkan Sub Bidang Pemantauan dan Informasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes RI, Hadija saat membawakan materi di aula Dinas Kesehatan, Kamis (3/3/3016). Pada kegiatan ini, sejumlah sektor terkait seperti Dinas Sosial, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Rumah Sakit, dan Kodim 1401 Majene turut hadir dalam kegiatan ini.
"Kemenkes sendiri khususnya pusat krisis untuk tahun 2015 sampai 2019 itu sudah menetapkan 170 kabupaten kota rawan bencana, termasuk Majene. Untuk itu butuh dilakukan peningkatan kapasitas dan pendampingan terhadap kabupaten terkait dengan penanggulangan krisis kesehatannya sendiri pada saat bencana," kata drg. Hadija.
Untuk tahapan pada tahun pertama, lanjut drg. Hadija, untuk kabupaten atau kota dilakukan assestmen dan menyusun profil kabupaten. Selanjutnya dilakukan pelatihan penyusunan tata respon.
"Penyusunan tata respon sendiri itu bukan hanya pada dinas kesehatan tapi semua lintas sektor terkait, diantaranya BPBD karena sebagai leader dalam penanggulangan bencana, kemudian ada dinas sosial yg bertugas menyiapkan logistik seperti dapur umum dan lain-lain," jelas drg. Hadija.
Sementara itu, dinas kesehatan sendiri punya peran penting pada saat ada bencana. Peran tersebut diantaranya untuk menjaga kesehatan masyarakat pasca bencana. Salah satu contohnya dengan menjaga kulitas makanan masyarakat pasca bencana.
"Untuk keamanan dan kebersihan kemudian kualitas makanan itu sendiri yang memriksa dari kesehatan jadi safety and healthy food-nya sendiri dari kesehatan. Dinas kesehatan merancang menunya kemudian memeriksa seberapa bagus bahan pangannya. Kemudian makanan diberikan," kata drg Hadija.
Dalam penanggulangan krisis kesehatan saat bencana selalu muncul sejumlah kendala. Seperti yang kerap terjadi adalah koordinasi yang buruk antar lintas sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana.
"Sebenarnya kendala yang biasaya muncul adalah ‘ego sektoral’ misalnya sektor A mengatakan, sayalah yang seharusnya berada paling depanlah, saya lah yang bekerja. Tapi kalau kita mengembalikan kepada tugas dan fungsinya masing-masing itu kan koordinasi lintas sektor akan jauh lebih harmonis," katanya.
drg. Hadija berharap, berharap kepada Kabupaten Majene dalam hal ini lintas sektor yang terlibat dalam penanggulangan bencana agar tetap siap siaga dalam menghadapi kemungkinan bencana yang akan terjadi.
"Harapannya hanya satu, kabupaten Majene itu harus siap menghadapi bencana dalam hal sumberdayanya sendiri dengan menghadapi bencana. Intinya meningkatkan kapasitas dari kabupaten itu sendiri dalam menanggulangi bencana," harapnya. (Irwan)