![img-20180115-wa0045](https://i0.wp.com/mandarnews.com/wp-content/uploads/2018/01/IMG-20180115-WA0045.jpg?fit=1024%2C614&ssl=1)
MAMASA, mandarnews.com – Masalah ikan berformalin kembali disikapi Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mamasa. Melalui Dinas Kesehatan bekerjasama Mamasa Community Development Foundation (MCDF) menggelar seminar di Aula Hotel Matana II Kota Mamasa tentang Penelitian Bahan Makanan Berformalin.
Merespon kegiatan tersebut usai pemaparan materi, Kasatpol PP Kabupaten Mamasa, Kain Lotong berharap BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Provinsi Sulbar kiranya membentuk kantor cabang di Mamasa kendati sekarang melekat di Dinas Kesehatan Mamasa.
“Jika perlu secara rutin ada operasi terpadu dengan membentuk tim dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terkait agar pengawasan benar-benar berjalan efektif, jika perlu hal ini diusulkan ke DPRD agar memperhatikan soal penganggaran,” tuturnya.
Sementara Camat Rantebulahan Timur, Wellem yang juga sebagai undangan di seminar tersebut mengaku sangat prihatin karena sepanjang kepemimpinan Jokowi sudah mencanangkan dan menjalankan motto Indonesia Sehat sedangkan BPOM berdiri di Sulbar sejak Tahun 2017 sementara Dinas Kesehatan, BPOM, Dinas Perikanan dan Dinas Perdagangan dari penjelasan yang telah disampaikan dalam materinya saling lempar tanggungjawab sehingga perlu disadari untuk serius membangun Mamasa.
Ia berharap, usulan tim terpadu untuk memantau secara rutin dapat ditindaklanjuti agar menjadi solusi bagi masalah ikan berformalin.
Kepala Badan POM Provinsi Sulbar, Dra.Netty Nurmuliawaty saat diwawancarai, Senin (15/1/2018) mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi jika tim terpadu dapat dibentuk guna adanya kerjasama semua pihak dalam melakukan pengawasan bahan makanan, obat, pangan dan bahan kosmetik yang sifatnya merugikan konsumen.
Ia menjelaskan, 341 sampel ikan yang diteliti dari berbagai kecamatan di Kabupaten Mamasa hanya 1 jenis sampel yang ditemukan berformalin yakni, Ikan Cumi. Lanjutnya, pihaknya belum menjangkau berbagai produk kebutuhan makanan, obat serta bahan kosmetik lantaran sumberdaya Badan POM hanya 7 orang kendati demikian juga tidak menjadi penghambat utama.
“Kami selalu berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan membuka layanan pengaduan masyarakat dan pintu komunikasi Badan POM di Kabupaten melekat ke Dinas Kesehatan,” ujarnya.
Netty juga menyampaikan, Badan POM adalah Laboratory Control sehingga mesti secara akurat melakukan suatu pengujian. Jika hanya melakukan pengujian sampel dengan tes kit namun masih diragukan maka sampel akan dirujuk ke Makassar untuk memastikan hasil pengujian.
Proses itu, tambahnya, tentu lambat dan tidak cukup hanya dua atau tiga hari dalam mengeluarkan rekomendasi hasil pengujian sampel sebab Makassar saja ada 4.000 sampel yang diperiksa.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan, Hajai S. Tanga menerangkan, setiap pembicara memang menginginkan adanya pembentukan tim terpadu agar proses pengawasan lebih rutin.
“”Soal tanggapan Camat Rantim soal saling lempar tanggungjawab, Saya kira jika semua Sumberdaya Dinas akan menyatu dalam satu tim maka hal ini akan mudah namun juga membutuhkan anggaran yang cukup besar,” ujarnya.
Menurutnya, MCDF baiknya tetap menginisiasi tim terpadu yang akan dibentuk agar hasil seminar dapat berjalan baik. Lanjutnya, soal sanksi baiknya perlu dipertegas namun terkadang pedagang juga di pasar mengeluh bahwa pihaknya juga tidak mengetahui kondisi tersebut dan tidak akan menjual jika diketahui.
Dalam wawancara usai kegiatan, Kadis Kesehatanjuga menjelaskan uji sampel ikan di sejumlah pasar yakni, di Kecamatan Tabang, Kecamatan Mamasa, Kecamatan Nosu, Kecamatan Mambi telah dilakukan empat kali selama 2017. “Refresentasi ini sudah mewakili gambaran umum Kabupaten Mamasa sebab semua kecamatan itu merupakan pintu masuk pemasaran bahan-bahan makanan dari berbagai daerah,” ungkap Hajai.
Kepala Dinas Perikanan, Rezin Pualillin merespon soal pembentukan tim untuk menuntaskan persoalan ikan berformalin. Menurutnya, jika Tim Terpadu dari berbagai OPD dapat dibentuk maka konsep pengawasan dari Dinas Perikanan Mamasa mengusulkan adanya Pos pemeriksaan bahan-bahan makanan terutama ikan di perbatasan daerah agar lebih ketat.
Katanya, sehubungan dengan produksi perikanan di Mamasa memang masih sangat rendah karena Balai benih di Desa Tamalantik dan Desa Bambang Buda hanya mampu menghasilkan bibit ukuran tiga sentimeter sehingga jika dilepas di kolam masyarakat yang bertahan hidup paling tidak 10% apalagi jika cara melepaskan di kolam juga tidak maksimal.(Hapri)