Setelah rute Makassar-Jakarta-Kuala-Lumpur_Amsterdam, penggal
berikutnya adalah Amsterdam –Toronto (sekitar 8 jam), Toronto-Halifax (1 jam 41
menit). Tak banyak yang saya sadari dalam perjalanan Amsterdam – Halifax. Saya
memilih duduk jauh dari jendela, agar tidak terus-terusan tertarik menengok ke
bawah.
Entah di wilayah mana sebelum Toronto, beberapa kali saya terbangun
karena menggigil kedinginan. Kami memang terbang mendekati kutub utara. Layar
di tempat duduk depanku beberapa kali menunjukkan bahwa suhu di luar pesawat
minus 45 derajat celcius. Herannya, kami tetap dibagikan es krim. Bule tua di
samping kami makan es krim. Dia malah tidak pake selimut yang disediakan.
Selonjoran santai dan bukan meringkuk seperti kami. Ketika iseng-iseng saya
coba mau makan es krim-nya, sendok es krim ku sampai patah karena esnya
ternyata membatu. Kami tergelak, dan mengalah tak makan es krim.
Walhasil, di Halifax, selesailah perjalanan naik pesawat. Dengan van
yang disediakan oleh universitas, tibalah kami di Antigonish, NS, tengah malam,
pukul 11 pm (Atlantic Time Zone, UTC-4). Atlantic Time Zone, UTC-4, ini penjelasan
untuk mempermudah konversi waktu setempat ke waktu wilayah lain. Indonesia sendiri, lebih dahuluan 11 jam dari
pada waktu Antigonish. Ketika kami tiba jam sebelas malam 11 May 2015, di
Mandar saat itu sudah pagi pukul 10, 12 Mey 2015.
Di halaman rumah tinggal kami, International House, udara dingin
menusuk tulang menjemput. Sepuluh derajat, di malam itu. Lelah dan menggigil
kami turunkan barang-barang dari van. Sopir van kami, bapak tua berbadan gemuk.
Kami sudah diberi tahu dari awal di Indonesia bahwa sopir di sini tidak seperti
di tempat kita. Penumpang harus angkat barang sendiri. Yang dibantu oleh sopir
adalah mengatur barang ketika mau dinaikkan di bagasi mobil saja.
Koporku beratnya 19kilo. Ringan saja sebenarnya. Tapi karena sudah
dua hari tak jelas istirahatnya di jalan, untuk naik ke lantai dua saja sudah
tertatih-tatih. Kamarku di lantai dua, kamar nomor 106. Ukurannya kecil saja,
sekitar 3×3 m2. Jendela besar, lemari gantung, rak berlaci tiga, meja belajar,
sofa kecil, kursi belajar, tempat tidur dan pemanas ruangan, itulah barang yang
akan menjadi kawan saya dua bulan ini.
Pintunya terbuka, dengan beberapa tas di atas meja. Isinya panduan
bagi pelajar yang baru tiba, kartu asuransi dan jadwal sholat. Ada pula dua
bungkus coklat selamat datang dari direktur program. Saya mencari air mineral.
Sudah haus sekali. Tapi airnya tidak ada dalam tas. Nanti, saya akan sarankan
ini pada pengelola. Agar pelajar berikutnya tidak perlu kehausan sepertiku.
Setelah wudhu, tibalah masa yang saya tunggu. Sholat. Kepada Allah
kuhaturkan puji syukur karena kemurahan-Nya telah menjagai perjalanan kami. Karena
belum tahu arah kiblatnya ke mana, saya arahkan sajadah mengikut arah hati saja.
Sebab Allah SWT sendiri mengatakan, “Ke ufuk manapun engkau memandang, maka di
situlah wajah Allah”. (dr. Nurhira Abdul Kadir, M.Ph.)
Dicatatkan di Antigonish, NS, pagi pukul 7.57 Atlantic Time Zone