Perkembangan agama Hindhu di Indonesia diperkirakan sekitar abad
ke-7 masehi. Masuknya budaya Hindhu ini, sangat membawah perubahan besar di
Indonesia hingga merambat keseluruh
nusantara termasuk di jasirah Mandar. Perkembangan tersebut, mempengaruhi
semua aspek kehidupan, baik secara spritual ( kepercayaan ) maupun
struktural dalam sistim pemerintahan di Indonesia secara umum.
Menurut,M.Thalib Bandru, tokoh budayawan Mandar, diperkirakan
sekitar abad XVI Masehi atau Kurang lebih 500 tahun silam, di Mandar terbentuk sebuah kerajaan besar yang dikenal dengan nama Arajang Balanipa.
Adapun istilah Arajang atau kerajaan
dikenal pada masa Manyambungi, anak dari Puang Digandang dan Tobittoeng yang menjadi raja atau Mara’dia. Pada masa itulah pucuk tertinggi dalam kerajaan Balanipa disebut Arajang
Balanipa, sekaligus Manyambungi menjadi Raja pertama dalam sejarah kerajaan
Balanipa.
Disinilah awal terbentuknya pemerintahan kerajaan “ Arajang “ di
Balanipa,dimana sistim pemerintahannya masih menganut hukum Bala Tau. Hukum inilah yang menjadi
pijakan hukum sah Imanyambungi dalam melaksanakan pemerintahannya.
Hukum tersebut dianut cukup lama, hingga
berakhir setelah ajaran Islam mulai masuk di Mandar. Sebelum sampai di Kerajaan Balanipa, agama Islam masuk di kerajaan
Gowa,Sulawesi Selatan sekitar pertengahan abad ke-16
masehi, dan kemudian sampai ke wilayah Afdeling Mandar daerah kekuasaan kerajaan
Balanipa.
Menurut literatur Lontarak Pattodioloang, yang
ditulis MT.Azis Syah,bahwa awal mula masuknya agama Islam di Mandar,dibawa oleh
tuan di Benuang atau Abd.Rahim Kamaluddin. Tuan di Benuang inilah yang
mengislamkan Mara’dia Daetta bersama rakyat Balanipa. Beliau juga yang
mendirikan Mukim Patappulo (pesantren). Dimukim inilah diajarkanlah
kalimat-kalimat Sahadat kepada orang-orang di Balanipa.
Dikisahkan, sebelum ajaran Islam disampaikan
kepada Mara’dia Balanipa, para penyiar Islam yang dipelopori Abd.Rahim
Kamaluddin,terlebih dahulu mendekati
masyarakat yang bermukim di kampung Lambanan (sekarang desa Lambanan). Selama
berada dikampung Lambanan,satu persatu masyarakat setempat memeluk agama
Islam,diantaranya seorang wanita yang bernama Sahada, dan seorang laki-laki
yang bernama Puangnga Tamerus atau
Isinyalala.
Pendapat diatas,dibenarkan Nurdin Hamma,tokoh
budayawan Mandar, katanya,ajaran Islam memang pertama kali masuk di Lambanan
yang dibawa oleh Tuan di Benuang. Ini bisa kita buktikan dengan adanya situs
sejarah mesjid tertua di Tangnga-Tangnga Lambanan. Di mesjid inilah pertama
kalinya didirikan shalat jumat secara berjamaah. Dan mesjid yang ada di
Lambanan ini, yang dipindahkan ke Tangnga-Tangnga (sekarang desa
Tangnga-Tangnga),sebagai mesjid kerajaan Balanipa.
Agama Islam mulai berkembang pesat di Mandar,
menurut Amin Daud, tokoh adat Mandar, mengutip pendapat Darwis Hamzah, bahwa diperkirakan
sekitar pertengahan abad XVII, dimasa pemerintahan Mara’dia (Raja)keempat Kanna
Ipattang yang digelar Daetta Tommuane,yang memimpin Kerajaan Balanipa.
Berdasarkan Allewuan Adza dibentuklah satu lembaga yang disebut Kali atau Kadhi Balanipa yang menangani
masalah keagamaan (Agama Islam). Adapun tugas dan fungsinya adalah mendampingi
Mara’dia Balanipa untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
ajaran Islam. Seorang kali atau kadhi ini sering juga disebut Mara’dia Sara’.
Beberapa pendapat lain, berdasarkan lontara Balanipa, selain Abd.Rahim
Kamaluddin yang mempelopori Agama Islam masuk di Mandar, kanna Cunang Mara’dia
Pallis disebut sebagai orang yang pertama sekali memeluk agama Islam. Bahkan,
Kanna Cunang ini jauh sebelum Daetta Tommuane memeluk Islam. Sedang menurut Lontara Gowa,agama Islam masuk di Mandar
dibawa oleh Syekh Yusuf (Tuanta Salama), bahkan disebutkan pada tahun 1608
seluruh jazirah Mandar telah memeluk agama Islam.(**)