“Bisa dibilang, jika tidak melakukan hal seperti ini, bakal ada bencana datang. Contohnya salah satu warga sini yang gila tersebut. Namun, apapun alasannya Allah SWT yang mengatur semuanya,” sebut Zainuddin.
Muhammad Nur, salah satu tukang pembuat Ayunan Raksasa tersebut menuturkan, tidak ada ukuran pasti dalam membuatnya, tetapi tetap memperhitungkan antara jarak ayunan dengan tanah.
“Karena jangan sampai terlalu rendah, ketika rendah otomatis yang menaiki ayunan ini akan terkena tanah,” tukas Nur.
Ia menerangkan, telah berkali-kali membuat Ayunan Raksasa setiap ada acara nikahan di Buttu Tande tetapi tidak pernah mengambil ukuran atau patokan.
“Setiap saya bikin itu ukurannya beda-beda, yang penting dalam membuat Ayunan Raksasa tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi. Saat membuat pun harus teliti agar ayunan dapat selalu seimbang ketika berputar,” beber Nur.
Bahan yang digunakan, tambahnya, berasal dari kayu landerang, balok besar, bambu, tali, serta darris atau semacam tali yang terbuat dari kulit sapi.
Salah satu warga, Mawaddah, mengaku terhibur dengan adanya Pattoyang Roeng sehingga berkali-kali menaiki dan merasakan senasi di atas ayunan raksasa tersebut.
“Awalnya takut, tetapi lama kelamaan tidak. Bahkan merasa nyaman di atas ayunan itu,” ungkap Mawaddah.
Ia mengemukakan, seringkali menjumpai Ayunan Raksasa di Buttu Tande dan termasuk salah satu keluarga keturunan yang sering menggelar Pattoyang Roeng’. (Putra)
Editor: Ilma Amelia