Saat massa aksi HMI Majene melakukan demontrasi di depan gedung DPRD Majene, Kamis (15/6/2023).
Majene, mandarnews.com – Belasan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene melakukan demontrasi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majene, Kamis (15/6/23).
Massa aksi meminta dan mendesak agar DPRD Majene menggunakan hak interpelasi dan hak angket terkait kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Majene tentang penundaan Pilkades yang dinilai melakukan perbuatan melawan hukum pemerintah.
Jenderal Lapangan Zulkifli mengatakan, aksi yang dilakukan di gedung DPRD Majene meminta agar anggota DPRD Majene melakukan hak interpelasi dan hak angket terkait kebijakan penundaan Pilkades yang dilakukan oleh Pemda Majene yang dinilai cacat hukum.
Mereka pun menyebut jika DPRD tidak mau melakukan hak interpelasi dan hak angket nantinya, maka dianggap melakukan perselingkuhan dengan eksekutif serta gagal sebagai perwakilan rakyat.
“Pada intinya tidak ada alasan DPRD Majene untuk tidak melakukan hak interpelasi dan angket nantinya, karena ini sudah jelas-jelas melanggar aturan atau Pemda telah melakukan perbuatan melawan hukum pemerintah,” tandas Zulkifli.
Usai melakukan orasi di halaman gedung DPRD Majene, massa kemudian melakukan diskusi bersama anggota DPRD Majene yang dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD Majene Adi Ahsan, Ketua Komisi I Budi Mansur, Rahmatullah serta Muh. Safaat.
Dari diskusi yang dilakukan massa aksi menilai bahwa DPRD Majene tidak memberikan solusi terkait permasalahan tersebut.
Zulkifli menegaskan bahwa massa aksi HMI akan kembali melakukan diskusi bersama DPRD Majene dan meminta agar anggota DPRD melakukan hak interpelasi dan hak angket karena Pemda sudah sangat terbukti melakukan kebijakan diluar koridor hukum.
Penjelasan Wakil Ketua DPRD Majene, Adi Ahsan terkait hak interpelasi dan hak angket.
Adi Ahsan menjelaskan bahwa terkait hak interpelasi dan hak angket ada mekanisme yang harus dilalui.
Menurutnya, secara internal ada usulan dari anggota DPRD. Kemudian disampaikan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan DPRD menyampaikan ke fraksi. Dan apabila ada fraksi yang menyetujui lebih dari satu, maka itu bisa dilanjutkan dalam pembentukan panitia khusus (Pansus).
“Tetapi Pansus juga harus memenuhi syarat, yakni kurang lebih dari 15 orang anggota DPRD. Dan ketika itu sudah terpenuhi, maka Pansus akan jalan,” jelas Adi Ahsan.
Meski demikian, tetapi ada mekanisme sebelumnya yang harus dilakukan. Yaitu masing-masing fraksi akan melihat apakah Bupati sudah melakukan pelanggaran perundang-undangan sebagai syarat untuk dinaikkan menjadi hak angket atau tidak. Dan itu tergantung dari rumah (fraksi) masing-masing anggota DPRD yang ada di fraksi masing-masing.
“Jadi kami tidak boleh asal, wajib sesuai mekanisme karena di DPRD inikan ada rumah masing-masing anggota DPRD, jadi kami terlempar (anggota DPRD) lewat pintu fraksinya,” tandasnya.
Lebih jauh ia juga menjelaskan terkait mekanisme dari luar, jika ada persuratan yang masuk dari warga masyarakat atau kelompok tertentu yang menyampaikan semisal ada dugaan yang dilakukan oleh Pemda Majene yang wajib dilakukan pendalaman dari DPRD.
Sehingga DPRD lewat pimpinan, pimpinan menyampaikan ke fraksi , fraksi melakukan pendalaman, pembahasan dan setelah jika ada fraksi lebih dari dua menyatakan ada dugaan maka kita akan lanjut dalam rapat paripurna untuk menentukan.
Terkait kepentingan yang disampaikan oleh massa saat diskusi, Adi Ahsan menyebut mahasiswa tidak salah, tetapi kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan kepartaian. Dan kepentingan kepartaian beragam, ada kepentingan untuk masyarakat, kepentingan kelompok, kepentingan partai kekuasaan, kepentingan ideologi masing-masing kepartaian dan lainnya.
“Untuk Perbup No.4 tahun 2023 tentang pelaksanaan Pilkades serentak, yang dimana seharusnya tahapan dijalankan sebelum keluarnya Perbup Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencabutan Perbup No. 4, kami tidak mau berpolemik berkepanjangan terkait penafsiran perundang-undangan, sehingga perlu ditindak lanjuti ke Biro Hukum,” kata Adi Ahsan.
Terkait, Pemda Majene tidak menjalankan Peraturan Bupati Nomor 4 tahun 2023 tentang pelaksanaan Pilkades dan melakukan pemberhentian tahapan dengan berdasar pada surat pernyataan yang tidak memiliki kekuatan hukum, Adi Ahsan menilai bahwa Bupati sudah ada indikasi melakukan perbuatan melawan hukum.
Namun lagi ia menyampaikan bahwa terkait bukti itu cukup atau tidak, kembali lagi ke masing-masing fraksi. Ada rumah (fraksi) untuk menentukan itu.
“Harus memang itu jalan tahapan, tidak bisa tahapan dihentikan dalam surat pernyataan. Tapi ini baru pendapat anggota DPRD. Belum dengan pendapat yang sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam tata tertib harus pendapat fraksi yang disampaikan kepada pimpinan dan masing-masing ketua fraksi bertanda tangan berikut narasinya,” tutup Adi Ahsan.
(Mutawakkir Saputra)