
MAJENE – Sungguh malang nasib yang dialami Nurul Amika. Usianya baru dua tahun tapi beratnya hanya 4,5 kilogram. Jauh dari berat badan anak normal seusianya. Tak hentinya ia menangis dipangkuan ibunya, Rumaeda (31 tahun).
Mulai dari kaki hingga kepala seperti tulang yang hanya dibalut kulit tanpa daging. Kepala dan matanya terlihat besar karena wajahnya nyaris tanpa daging. Tulang rusuknya terlihat jelas. Rambutnya juga berwarna kekuningan sejak ia dilahirkan sejak 4 November 2014 silam.
Pengakuan Rumaeda, usia kehamilannya saat mengandung Amika normal. Ia melahirkan Amika saat usia kehamilannya sembilan bulan. Tapi saat melahirkan, berat Amika hanya 1,5 kilogram. Dalam istilah kesehatan, Amika lahir dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Saat memasuki usia empat bulan, suhu tubuh Amika tiba-tiba meningkat tajam hingga ia mengalami kejang. Bapaknya, Abdul Rahim (39 tahun) bersama istrinya langsung melarikan Amika ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majene. Amika pun dirawat.
Setelah dirawat selama 201 hari, ia pun dibolehkan untuk pulang untuk dirawat dirumahnya di Galung Pa’ara Selatan, Desa Pamboborang, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene. Seminggu berselang, suhu tubuh anak kelima dari pasangan suami istri ini kembali meningkat hingga ia kembali dilarikan ke RSUD.
Kondisi yang sama terulang hingga Amika tiga kali dirawat di RSUD. Terakhir, ia dirawat hingga 18 hari. Selama dirawat, kata Rumaeda, Amika tidak mengalami peningkatan berat badan berarti. Jika suhu tubuh Amika sudah kembali normal, dokter mengizinkan Amika untuk dirawat di rumah.
Selama dirawat di RSUD, biaya perawatan dan pengobatan Amika ditanggung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene melalui surat rekomendasi. Tapi disisi lain, ia harus mengurus keempat anaknya yang masih sekolah. Ia juga harus memutar otak dan membanting tulang bersama suaminya untuk mencari biaya hidup selama di RSUD dan biaya keempat anaknya.
Sebenarnya, Rumaeda beserta suami dan keempat anaknya punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari pemerintah pusat. Namun hingga menginjak usia dua tahun, Amika belum juga punya KIS.
“Selama di RSUD, saya tidak pernah bayar biaya perawatan dan pengobatan. Saya pakai surat rekomendasi dari pemerintah yang diurus suami saya,” kata Rumaeda.
Tidak diketahui secara pasti penyebab Amika mengalami kondisi demikian. Rumaeda menduga, penyebabnya adalah saat ia mengandung hingga usia lima bulan kehamilan, ia masih tetap bekerja membantu suami mencari nafkah. Seperti menghaluskan parang dengan gurinda dan mengambil pakan ternak kambing milik keluarganya yang ia pelihara.
Keluarga kecil ini merupakan keluarga kategori tidak mampu. Abdul Rahim tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia hanya bekerja sebagai buruh pandai besi di daerahnya. Kadang ia menerima pesanan pembuatan sarung parang.
“Kami tidak punya modal. Tidak buat dalam jumlah banyak. Jadi suami saya hanya buat sarung parang sesuai jumlah pesanan.. Itu pun kalau ada yang pesan,” cerita Rumaeda.
Saat ini, Rumaeda tinggal bersama orang tuanya yang rumahnya tak jauh dari tempat tinggalnya. Suaminya saat ini berada di Manado, Sulawesi Utara yang bekerja sebagai buruh pada pembangunan menara sutet Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Kondisi kesehatan Amika saat ini semakin memburuk karena suhu tubuhnya kembali meningkat. Dalam waktu dekat, Rumaeda berencana bawa Amika ke RSUD Majene untuk kembali menjalani perawatan. Meski harus keluar masuk RSUD, Rumaeda tetap punya harapan besar Amika bisa normal seperti anak seusianya. (Irwan)