Mencari Orang Mandar di Australia
Laporan: Nurhira Abdul Kadir
Banyak karakter baik orang Mandar yang dikenal luas. Salah satu di antaranya adalah orang Mandar senang merantau. Mengikuti jejak para ulama pendahulu yang senang merantau mencari pengetahuan dan sumber penghidupan. Mengunjungi daerah yang asing bermanfaat untuk membangun silaturahmi dan meraih pengalaman yang dapat dibagikan kepada keluarga dan sahabat di kampung halaman.
Ada cukup banyak perantau Mandar di luar negeri saat ini, termasuk Australia. Jumlah orang Mandar di Australia tidak tercatat secara pasti. Berdasarkan biro statistic Australia, ABSĀ , per Juni 2017, terdapat 82 490 orang berkelahiran Indonesia di Australia. Khusus untuk wilayah New South Wales, Australia, sekitar 20 keluarga Ā perantau Sulawesi tergabung dalam KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Sydney). Setidaknya dua di antara keluarga tersebut adalah berasal dari tanah Mandar. Satu dari Somba, kecamatan Sendana, kabupaten Majene. Yang satu lagi keluarga yang berasal dari Mambu, kecamatan Luyo, Polewali Mandar.
Pada lebaran dua tahun lalu, sebelum berangkat untuk belajar ke Australia, saya sempat berpamitan pada keluarga sahabat di Samasundu, kecamatan Limboro, keluarga bapak Dr. Abdul Khalik. Beliau adalah Dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Sebelum pulang, kami diajak mampir ke kolam tua To Salama masih di wilayah Samasundu. Di sini kami berpapasan dengan perantau asal Samasundu yang tengah mudik lebaran. Beliau sudah cukup lama di Australia. Sayang lupa namanya. Beliau bekerja di bidang pertambangan emas, wilayah Australia Barat. Tinggal di Perth, menikah dengan perempuan warga Australia, dan memiliki beberapa orang anak.
Penulis juga mencoba menelusuri jejak orang Mandar di Australia dengan menengok rekam tulisan. Nenek moyang orang Mandar sudah mengunjungi benua selatan ini sejak ribuan tahun lalu. Peneliti, Ruth Balint, menuliskan bahwa pelaut dari wilayah timur Indonesia, termasuk suku Mandar, sudah melayari rute laut Indonesia ā Australia selama ribuan tahun. Para nelayan menyebut laut sebagai āgardens in the oceanā atau ākebun di samuderaā. Pelaut Mandar mengumpulkan berbagai satwa laut dan asesoris seperti teripang, mutiara, kulit kura-kura, dan hiu bergantung permintaan pasar. Nelayan Mandar menjalin hubungan erat dengan warga Aborijin Australia, jauh sebelum orang Inggris mengirimkan ekspedisi mereka dan menjadikan Australia wilayah administrative baru.
Kunjungan nelayan Mandar ke Australia berlangsung bebas hingga tahun 1970-an. Pada tahun 1975, pemerintah federal Australia memberlakukan patroli wilayah laut secara intensif menghalau nelayan dari Mandar untuk menjauhi perairan Australia. Operasi laut yang dinamai Operation Trochus atau dalam bahasa kita disebut āOperasi Kerangā Ā melibatkan personil militer. Hingga kini, setidaknya dalam catatan Jawahir Thontowi, pakar hukum dan antropologi Universitas Islam Indonesia,Ā persoalan nelayan Mandar yang melaut hingga perairan Australia masih sesekali menjadi kerikilĀ dalam hubungan diplomasi Indonesia Australia.
Di masa kini orang Mandar datang ke Australia dengan berbagai tujuan: belajar, misi budaya, bekerja, berwisata, ataupun bertemu jodohnya. Perantau Mandar yang pernah belajar ke Australia di antaranya adalah Bulqia Masud, dosen STAIN Majene yang menyelesaikan master bidang pendidikan di Monash University. Adapula Nurabdiansyah dosen Universitas Negeri Makassar, melakukan misi pertukaran budaya di wilayah Australia Utara. Tercatat Muhammad Ridwan Alimuddin, pelaut asal Pambusuang, Polewali Mandar, yang turut mengawaki ekspedisi perahu Padewakkang Nur Al Marege, menempuh jarak sekitar 2400 km dari Makassar ke Darwin.
Khusus untuk pemuda Mandar bertemu jodoh di Australia, sempat viral beritanya di media nusantara. Pada 28 Desember 2018 silam, seorang pemuda dari Mamuju, Sulkifli, menikahi pujaan hatinya, gadis Melbourne bernama Danielle Anne Rosenberg. Keluarga kecil ini kini bermukim di wilayah Victoria dan dikaruniai satu orang putera bernama Austin, singkatan dari Australia Indonesia.
(Bagian kedua dari tulisan ini dapat diikuti di sini)
Penulis berasal dari Somba, Majene, Sulawesi Barat. Sebagai dosen di Prodi Kedokteran UIN Alauddin Makassar, ibu tiga anak ini sedang ditugaskan untuk belajar di School of Health and Society, the University of Wollongong, Australia.