Anis menjelaskan, ulama menyerahkan urusan kekuasaan kepada Presiden dengan memberikan gelar Waliyyul Amri Al-Dharuri Bisy Syaukah.
“Jika ada sekelompok orang, meski atas nama agama, mengganggu NKRI, maka yang demikian itu dalam fiqh Islam disamakan dengan bughat (pembelot),” kata Anis.
Kedua, lanjutnya, memperkuat pemahaman dan praktik toleransi. Mahasiswa harus diajarkan nilai-nilai saling menghormati.
“Setiap kita harus menyakini bahwa ajaran agama yang dianut adalah paling benar. Tapi keyakinan akan kebenaran itu tidak untuk menyalahkan agama yang lain. Setiap agama benar menurut agamanya masing-masing,” sebut Anis.
Ketiga, tambah Anis, adalah menghindari sikap saling mengkafirkan atau membid’ahkan.
“Dalam kaidah fiqh dikenal ‘al-ijtihad la yunqadlu bil ijtihad’, yang artinya ijtihad seorang ulama tidak bisa dibatalkan oleh hasil ijtihad lainnya. Perlu sikap saling menghormati,” ucap Anis.
Ia menjabarkan, termasuk juga dalam hal ini larangan mengkafirkan saudara muslim lainnya. Karena orang yang melakukan hal seperti itu terindikasi mengidap kekafiran juga. (rilis Kemenag)
Editor: Ilma Amelia