Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Trijoko saat melihat langsung pengelolaan sampah di TPSA Bagendung, kota Cilegon, Jum’at (19/1)
Cilegon – Kantor Staf Presiden menilai penuntasan sampah di kota Cilegon bisa menjadi contoh praktik baik bagi daerah lain. Kota Cilegon saat ini dapat mengelola sampah 30 ton per hari menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) yang sudah digunakan untuk co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya.
“Kota Cilegon ini spesial karena untuk produk BBJP banyak offtaker-nya. Selain menyelesaikan sampah Kota Cilegon, co-firing juga dapat mendukung transisi energi,” ujar Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Trijoko M. Solehoedin, saat melihat langsung pengelolaan sampah di TPSA Bagendung, kota Cilegon, Jum’at (18/1).
Teknik co-firing sendiri merupakan salah satu strategi untuk mulai mengurangi konsumsi batu bara dalam pengoperasian pembangkit listrik. Caranya adalah dengan menambahkan bahan bakar lain, seperti biomassa yang dibuat dari sampah atau limbah.
Trijoko mengatakan pengelolaan sampah perkotaan yang tuntas merupakan hal penting untuk dilakukan karena sampah dapat menimbulkan berbagai persoalan lingkungan. Untuk itu, sambung dia, Kantor Staf Presiden mendorong pengelolaan sampah dengan teknologi Solid Recovered Fuel/Refuse Derived Fuel (SRF/RDF), yakni mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif. “Kita akan dorong pengembangan sarana pengolahan sampah Kota Cilegon hingga mampu mengolah seluruh volume sampah harian Cilegon, yaitu sekitar 300 ton/hari” katanya.
Trijoko juga menekankan pentingnya percepatan pembentukan kelembagaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebagai pengelola. Dengan demikian pemerintah kota Cilegon akan memiliki keleluasaan yang lebih besar dalam pengelolaan dan kerja sama bisnis dengan para offtaker.
“Sampah ini cost center. Tapi dengan pengolahan sampah menjadi BBJP ini, Pemkot tidak perlu lagi terus-terusan menambah TPA baru, mengurangi resiko kebakaran TPA sekaligus mengurangi emisi. Konsep pengelolaan sampah secara open dumping sebaiknya dihentikan karena memiliki resiko lingkungan yang tinggi”, jelas Trijoko.
Di kesempatan yang sama, Wali Kota Cilegon, Heldy Agustian, memastikan pemerintah kota Cilegon akan terus meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah dengan mesin untuk memenuhi kebutuhan pembeli atau offtaker, terutama kebutuhan co-firing biomassa PLTU Suralaya. “Kita sangat beruntung karena memiliki offtaker yang sudah jelas, yaitu PLTU Suralaya. Sekarang kita baru bisa supply 30 ton sampah per hari, sedangkan PLTU Suralaya membutuhkan co-firing biomassa hingga 2.000 ton per hari,” terang Heldy.
Sementara itu, General Manager PLTU Suralaya, Irwan Edi Syahputra Lubis, menyambut baik komitmen pemerintah kota Cilegon dalam mengelola sampah menjadi BBJP. Hal ini sejalan dengan komitmen PLTU Suralaya untuk terus mendorong co-firing PLTU dengan biomassa. “Karena dapat meningkatkan bauran energi, menekan emisi karbon, sekaligus menumbuhkan ekonomi masyarakat,” ucap Irwan.
Pengelolaan sampah yang tuntas akan mendukung transisi energi di Indonesia. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan capaian bauran energi sebesar 23 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya program co-firing biomassa pada PLTU. (Rizaldy/KSP)