Muhammad Ridwan Alimuddin.
Majene, mandarnews.com – Hari ini, 22 April diperingati sebagai Hari Bumi Sedunia. Pemerhati lingkungan di dunia memperingatinya dengan berbagai cara.
Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) Unsulbar juga tidak mau ketinggalan. HIMABIO memperingati Hari Bumi Sedunia dengan menggelar seminar dengan tema “Melestarikan Lingkungan Demi Keseimbangan Ekosistem Bumi” di Aula Kodim 1401 Majene.
Pemateri pertama adalah Muhammad Ridwan Alimuddin. Pemerhati lingkungan yang aktif berliterasi asal Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar (Polman) ini membahas analisa penyebab banjir di Kabupaten Mamuju beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Kota Mamuju yang dulunya adalah rawa dan disulap jadi kawasan pemukiman diduga jadi salah satu penyebab banjir. Termasuk kondisi hutan yang rusak dan tata kota yang buruk membuat Mamuju jadi langganan banjir.
Selain itu, Ridwan yang merupakan alumni Perikanan Universitas Gajah Mada (UGM) menyoroti pembangunan tanggul yang merusak ekologi laut.
Salah satunya tanggul di Pambusuang. Menurut Ridwan, tanggul sepanjang 1 km di daerah itu menghilangkan habitat penyu bertelur. Kata dia, pembangunan tanggul merupakan bencana ekologis.
“Bencana ekologis terbesar di kawasan ini yang sengaja dilakukan oleh pemerintah,” kata Ridwan saat memutar film dokumenter “MeNOlak Tanggul”.
Film dokumenter, Menolak Tanggul ini adalah karya Ridwan.Dalam film yang berdurasi 12 menit 11 detik menceritakan tentang pembangunan tanggul di Pambusuang yang sempat menuai penolakan. Namun tanggul itu tetap saja dibangun.
Padahal, tanggul dinilai tidak ramah lingkungan dan jadi pemicu kepunahan penyu. Sebab, akibat tanggul penyu kehilangan tempat untuk bertelur.
Kata Ridwan, untuk mencegah abrasi di pantai bisa dilakukan dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Yaitu membangun pemecah ombak dengan survey dan penelitian lengkap sebelumnya.
Sementara Ketua Prodi Budidaya Perairan Unsulbar, Muhammad Syukri mengatakan, bumi bisa mencukupi kebutuhan manusia. Namun ketidakseimbangan bumi terjadi akibat ulah manusia sendiri.
“Rusaknya bumi karena keserakahan manusia,” kata Syukri.
Menurut Syukri, 97 persen air di bumi merupakan air laut (air asin), 2 persen gunung es dan sisanya 1 persen air untuk komsumsi manusia. Sebenarnya, 1 persen itu cukup namun keserakahan dan kerusakan siklus hidrologi membuat ketersediaan air tidak akan seimbang.
Bencana ekologis lainnya juga dijelaskan Syukri. Seperti tumpahan minyak di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) yang membuat ekologi laut rusak akibat ulah manusia.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Djazuli Muchtar menjelaskan upaya menjaga kelestarian lingkungan akibat sampah. Ia mengajak HIMABIO Unsulbar untuk berperan aktif menjaga kebersihan lingkungan dari sampah.
Setelah menggelar seminar, HIMABIO Unsulbar juga melakukan penanaman pohon di areal Kampus Unsulbar di Padhang-padhang Kelurahan Tande Timur, Kecamatan Banggae Timur. (Irwan Fals)