Kaki Jenkatrin dibasuh air hangat oleh adiknya, Yudi.
Mamuju, mandarnews.com – Rabu, 21 Juli 2021. Saat itu kira-kira pukul 18.20 WITA saya mendatangi rumah paman Jenkatrin setelah mendapat kabar dari adik laki-laki-laki Jenkatrin bernama Yudi (23) bahwa Jenkatrin telah berada di Mamuju, usai melalukan pengobatan di salah satu rumah sakit di Kota Makassar.
Jenkatrin adalah perempuan berusia 25 tahun asal Desa Karama, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju, yang mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya setelah sehari sebelumnya disuntik vaksin oleh petugas vaksinator dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada Rabu, 30 Juni lalu.
Setelah sepekan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Regional Sulawesi Barat (Sulbar), Jenkatrin kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Wirohusodo di Kota Makassar pada 7 Juli 2021.
“Iya kak, kemarin malam berangkat dari Makassar,” ujar Yudi via WhatsApp pada Rabu sore (21/7).
Setelah datang, saya menunggu beberapa menit di rumah pamannya yang ada di Jalan Kelapa Kota Mamuju. Jenkatrin datang sambil dibopong Yudi, sesekali ia masih merasa kaku saat mencoba berjalan.
Terlihat sedikit keceriaan nampak di wajah Jenkatrin. Kala itu ia menggunakan baju daster yang didominasi berwarna hijau dengan sedikit motif khas daster, duduk di kursi plastik menghampiri saya yang telah menunggunya.
“Apa kabar?” tanyaku.
Sembari duduk, ia menceritakan proses penyembuhannya. Jenkatrin mengakui setelah dirawat dua pekan di Rumah Sakit Wahidin Surohusodo, dokter saraf langsung menanganinya dengan telaten.
Pada hari keenam dirawat, Jenkatrin mengaku sudah mulai merasakan perubahan, kakinya perlahan kembali merasakan yang sebelumnya mati rasa dan kaku.
“Sampai di Makassar ada beberapa kali pemeriksaan dan langsung ditangani dengan baik oleh dokter ahli. Mulai ada perubahan itu hari keenam, mulai bisa merasakan sentuhan,” cerita Jenkatrin.
Ia menyampaikan penjelasan dokter yang diterimanya jika kelumpuhan yang dideritanya itu akibat suntikan vaksin yang diterimanya.
Berdasarkan penuturan Jekatrin, dokter memberitahunya jika ada saraf yang lemah bertolak belakang dengan cairan vaksin jenis Sinovac yang ia terima.
“Kalau penjelasan yang saya terima secara sederhana dari dokter, katanya saraf yang lemah itu kaget dan bertolakbelakang terhadap cairan vaksin yang masuk sehingga membuat saraf itu jadi kaku,” lanjut Jenkatrin.
Selama proses penyembuhan di rumah sakit, Jenkatrin rutin melakukan fisioterapi yang dipandu langsung oleh dokter ahli saraf.
“Yang paling rutin itu latihan fisioterapi setiap dua hari. Selain itu, mengikuti imbauan dokter dan melakukan latihan mandiri,” ujar Jenkatrin.
Ia berharap tak ada lagi orang yang merasakan hal yang sama dengannya dan ada penjelasan pada masyarakat terkait vaksinasi sebelumnya.
“Harapannya tahapan vaksinasi lebih profesional dan kelengkapan alat kesehatannya terutama di pelosok seperti daerah saya,” kata Jenkatrin.
Ia juga tetap mendukung vaksinasi yang berjalan tetapi meminta semua pihak untuk lebih teliti agar vaksinasi tidak menjadi petaka bagi yang tidak mampu.
“Untuk yang ingin divaksin silakan, tetapi kalau tubuh tidak mampu sebaiknya tak usah dipaksa,” sebut Jekatrin.
Meski sempat mengaku putus asa dengan keadaan, dengan semangat dan latihan rutin yang dilakukan Jenkatrin, perlahan kakinya mulai bisa bergerak. Jenkatrin pun menunjukan pada saya, jari kakinya yang dulu tak bisa digerakkan kini bisa.
Seusai berbincang dengan Jenkatrin, Yudi langsung mengambil kain dan air hangat kemudian diusapkan pada kaki Jenkatrin.
Yudi mengaku selama mendampingi proses penyembuhan kakak sulungnya yang hampir sebulan dirawat terkendala masalah keuangan. Pasalnya, mereka tidak bisa berbuat banyak karena aktivitas mereka terpaksa dihentikan total.
“Khusus biaya sehari-hari dan kebutuhan selama di rumah sakit itu kami betul-betul kekurangan,” ucap Yudi.
Jenkatrin memang telah diperbolehkan pulang dan diizinkan rawat jalan, masih disarankan dokter untuk beberapa kali harus melakukan kontrol di rumah sakit terdekat.
“Sebenarnya dokter menyarankan untuk melakukan kontrol, cuma kita tunggu jadwal disarankan,” tukas Yudi.
Sedangkan paman Jenkatrin, Tandi Alo yang juga menemui saya berharap kepulihan bisa segera dirasakan keponakannya itu.
“Kami rakyat kecil hanya meminta Jenkatrin bisa cepat sembuh,” ungkap Tandi.
Sementara Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Kabupaten Mamuju Alamsyah sesaat sebelum Jenkatrin diberangkatkan ke Makassar membeberkan jika pihaknya akan terus memantau perkembangan Jenkatrin, di samping itu juga akan melakukan penyelidikan.
“Kita akan pantau perkembangannya, kemudian kita juga sudah melakukan pemanggilan terhadap petugas vaksinatornya,” imbuh Alamsyah.
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Sulbar drg. Asran Masdy mengingatkan jika proses skrining vaksinasi merupakan hal yang sangat penting, sehingga ia mengimbau pada masyarakat dan petugas untuk bekerjasama.
Masyarakat diminta jujur dengan proses skrining dan petugas diminta teliti dengan detail dalam proses skriningnya.
“Skrining itu sangat penting, sehingga dibutuhkan kejujuran dari masyarakat. Selain itu, petugas vaksinator juga harus betul memperhatikan detailnya, sehingga bisa meminimalisir kesalahan yang terjadi,” ujar drg. Asran.
Dengan kasus seperti Jenkatrin, drg. Asran berharap dapat menjadi pelajaran berharga terhadap proses vaksinasi yang terus berjalan. Ia juga berharap vaksinasi ini berjalan maksimal untuk cepat memperkuat imun masyarakat umum sehingga meminimalisir penyebaran Covid-19.
“Ini tentu akan kita evaluasi, selain itu vaksinasi kita harapkan sukses berjalan dan semua masyarakat tervaksin,” kata drg. Asran.
Kasus Jenkatrin menyeruak di awal Juli 2021 di saat pemerintah sedang menggenjot vaksinasi demi memperoleh imun secara komunal guna menghadapi pandemi yang terus menjadi ancaman.
Namun, hal itu harus ditunjang oleh kesiapan fisik dan mental para petugas vaksinator untuk memberikan pengetahuan dan sosialisasi secara terbuka demi kesehatan secara massal.
Reporter: Sugiarto
Editor: Ilma Amelia