Dani bersama lukisannya
Mamasa, mandarnews.com – Jika leluhur mewariskan budaya, maka tugas generasinya ialah menjaga, meneruskan, dan memperkenalkan.
Kalimat inspiratif tersebut terlontar dari mulut Dani, seniman berbakat asal Kabupaten Mamasa saat diwawancarai di Kantor Daerah Kabupaten Mamasa, Selasa (18/6/2019) .
Penampilannya yang sederhana, berambut panjang, ditambah sejumlah aksesoris dari berbagai daerah, seperti akar bahar dan ayaman rotan yang melingkar di kedua lengan, serta kalung dari taring hewan membuat setiap orang yang lewat mengalihkan pandangan ke arah kami yang sedang berbincang.
Akibat penampilannya, Dani menceritakan ia pernah dikeroyok di Lakahang, Kecamatan Tabulahan lantaran disangka teroris.
“Bahkan, nyaris rambut saya dipotong parang. Untungnya ada beberapa warga yang dapat mengenali saya sehingga hal itu dapat dicegah,” ujar Dani.
Pria berumur 27 tahun yang telah menyelesaikan studi pada Fakultas Seni dan Desain di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada tahun 2018 ini mengaku, dirinya mulai tertarik seni sebelum menginjakkan kaki di Sekolah Dasar (SD).
“Saya sampai pernah dihukum oleh guru saat usia remaja karena menggambari dinding sekolah,” kata Dani.
Sejak menginjakkan kaki di kampus pada tahun 2012, ia mulai mengenal cat lukis. Kemudian, pada 30 Januari 2019 kemarin, untuk pertama kalinya, lukisan Dani tentang Mayat Berjalan berhasil menembus Pameran Bentara Budaya Jakarta dimana hanya Dani seorang yang mewakili Kabupaten Mamasa.
“Aktivitas seni yang saya tekuni tidak hanya berkonsentrasi pada lukisan, namun juga aktif mengukir dan mematung,” sebut seniman muda keturunan Ulumambi- Tabulahan/Ma’ki tersebut.
Menurut Dani, seni pada prinsipnya adalah tidak menjadi orang lain melainkan menggunakan ciri khas sendiri dalam berkarya.
“Saat lukisan Mayat Berjalan dibuat, awalnya banyak yang memberikan tanggapan negatif, namun pada akhirnya lukisan itu berhasil tembus ke pameran tingkat nasional yang hanya diselenggarakan 15 tahun sekali,” ucap Dani.
Setiap daerah, lanjutnya, dapat terkenal dengan budayanya dan dikunjungi oleh wisatawan jika kesadaran masyarakat tentang budayanya terwujud secara alami sampai pada tahapan benar-benar merasa bahwa hal tersebut merupakan warisan nenek moyang yang patut dijaga dan diteruskan.
“Jika hal itu ada, maka secara otomatis orang luar akan datang karena tradisi tersebut yang masih terjaga,” tutur anak dari pasangan Itno dan Dalvi ini.
Sebenarnya, beber Dani, Mamasa kaya akan keunikan seninya, tinggal bagaimana generasi muda diarahkan untuk memanfaatkan waktu untuk belajar tentang seni asli Mamasa dibandingkan menghabiskan waktu dengan handphone.
“Pembangunan Kabupaten Mamasa akan lebih unik jika bercorak kedaerahan, seperti tata pembangunan yang mengutamakan seni instalasi dengan bangunan kantor-kantor yang memiliki ukiran Mamasa. Hal tersebut dapat dilihat dari pembangunan kantor-kantor di Toraja dan Bali,” tukas Dani.
Soal penghasilan, Dani berpendapat, kreativitas seorang seniman dapat terpasung jika hanya berangkat dari hal itu.
“Modal awal saya untuk berbuat hanya ketertarikan pada keunikan budaya, sebab harga seni itu tergantung pada kepopuleran seorang seniman,” ungkap Dani.
Awalnya, karya seni buatan Dani seperti lukisan dapat dijual Rp3-5 juta. Hingga akhirnya, lukisan Tarian Bululondong pernah ditawar Rp10 juta, bahkan patung pesanan yang pernah dibuat terjual Rp30 juta.
Karya seni buatan Dani, baik itu seni lukis, patung, dan ukir dapat dilihat di Facebook: Daniel Elgibor dan Instagram: Daniel Elgibor. (Hapri Nelpan)
Editor: Ilma Amelia