Tokoh Kalumpang Raya bersama Pj Gubernur Sulbar usai audiensi.
Mamuju, mandarnews.com – Tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemuda dari Forum Kalumpang Raya menemui Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Akmal Malik di kantornya, Senin (23/5).
Dalam audiensi yang digelar di aula Gedung Merah Putih Kantor Gubernur Sulbar itu, Forum Kalumpang Raya menguraikan sejumlah pokok pikiran.
Mereka meminta pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang hendak dibangun oleh PT. DND Hydro Ecopower di daerah aliran sungai (DAS) Karama tidak dilanjutkan.
Pasalnya, kata Ketua Forum Kalumpang Raya Sudirman, pembangunan PLTA Karama yang akan membendung sungai ditaksir berkapasitas 190 mg itu akan menghilangkan kehidupan masyarakat lokal dan masyarakat adat di sekitar pesisir Sungai Karama.
“Hal tersebut disebabkan sebagian pemukiman masyarakat lokal terletak di DAS Karama,” ujar Sudirman.
Selain itu, pembangunan PLTA Karama juga akan menghilangkan cagar budaya yang tersebar di DAS Karama, termasuk situs Kamassi yang telah ditetapkan sebagai bagian dari persebaran pertama suku Astronesia sekitar 3000 tahun yang lalu.
Di sekitar DAS Karama juga terdapat makam tua leluhur Pongka Padang yang menyebarkan Injil masuk ke wilayah Bonehau dan Kalumpang.
“Kami tahu jika pemerintah sejatinya akan melindungi segenap rakyatnya. Untuk itu, kami meminta pembangunan ini tidak dilanjutkan. Sebagai representatif dari masyarakat adat Kalumpang, kami menolak pembangunan PLTA Karama dengan mempertimbangan aspek sejarah dan kehidupan masyarakat lokal kami yang terancam punah,” kata Sudirman.
Sedangkan Pdt. Kalvin Kalambo menyebut, lokasi yang dipilih untuk membangun bendungan PLTA akan menyebabkan bencana alam dahsyat di kemudian hari.
“Pasalnya, arus sungai Karama yang sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Bonehau dan Kalumpang akan menggenangi sebagian besar dataran rendah di seputar DAS Karama tempat sebagian pemukiman lokal yang turun temurun didiami sejak ratusan tahun lalu,” tutur Pdt. Kalvin.
Belum lagi, pembangunan PLTA di hulu sungai Karama sedang berlangsung dengan kapasitas 450 mg.
“Saat ini, Sungai Karama tidak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga menjadi akses transportasi utama bagi nenek moyang kami. Untuk itu, dengan membendung Sungai Karama sama dengan mengubur masyarakat Kalumpang Raya,” tukas Pdt. Kalvin.
Senada dengan itu, Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Barat (GKSB) Pdt. Sirjon membeberkan jika sebagian besar warga jemaatnya mendiami pesisir DAS Karama, sehingga tidak mungkin bagi masyarakat di sana bermukim jika pembendungan Sungai Karama benar dilakukan.
“Kami tidak membayangkan jika Sungai Karama yang akan dibendung kurang lebih 68 meter itu akan mengubur sisa peninggalan nenek moyang kami, terlebih warga jemaat GKSB hampir 99 persen berada di dua kecamatan terdampak tersebut, untuk itu kami bersepakat dan tidak main-main menolak PLTA Karama,” ungkap Pdt. Sirjon.
Sebelum ditanggapi Pj Gubenur Sulbar, dua tokoh (dalam bahasa lokal Kalumpang/Bonehau disebut Tobara’). Amos Z dan Usman yang merupakan Tobara’ Talondo juga menyampaikan penolakannya.
Mereka menyebut tidak akan membiarkan tanah leluhur mereka dirusak dan dihancurkan.
“Kami tidak menolak investasi, tetapi jangan merusak dan membendung kampung kami. Sebab, jika itu dilakukan semua warisan nenek moyang kami akan sisa cerita dan punah, tetapi sebelum itu terjadi maka akan sangat berdosa rasanya jika kami keturunannya membiarkan hal itu terjadi,” urai Amos Z di hadapan Akmal Malik.
Mendengarkan hal itu, Pj Gubernur Sulbar Akmal Malik merespons positif permintaan para tokoh dari Kalumpang Raya itu. Akmal Malik dalam empat hari masa tugasnya di Sulbar mengapresiasi penyampaian itu.
Responnya dituangkan langsung dengan memberikan pernyataan tertulis kepada para tokoh Kalumpang Raya. Selain itu, ia juga menugaskan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk segera melakukan pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulbar, pemerintah kabupaten, dan tokoh adat hingga tokoh masyarakat lainnya di Kalumpang Raya.
“Dari penyampaian para tokoh Kalumpang Raya yang merasa terancam jika PLTA Karama dibangun, maka kami selaku pemerintah memastikan menjamin keamanan masyarakat, dan tugas saya di Sulbar untuk melindungi itu. Untuk itu, secepat mungkin ini kita akan bahas sesuai dengan agenda yang juga telah dimuat dalam berita acara DPRD Sulbar,” imbuh Akmal.
Selain itu, Akmal juga telah memastikan jika rekomendasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar terkait hal itu belum keluar, sehingga ia memastikan akan secepatnya membahasnya.
“Kemarin saya telah bincangkan ini dengan pihak DLHK kaitannya dengan rekomendasi, dan kita pastikan itu belum dikeluarkan,” papar Akmal.
Usai audiensi itu, penyerahan pandangan Pemprov Sulbar secara tertulis diberikan kepada para tokoh Kalumpang Raya yang hadir.