Polemik Perda Miras. Sejumlah ormas, tokoh masyarakat dan organisasi mahasiswa menghadiri pertemuan tentang polemik Perda Miras di DPRD Majene, Rabu 3 Januari 2018.
Majene, mandarnews.com – DPRD dan Pemda Majene menggelar pertemuan dengan sejumlah organisasi masyarakat (ormas), mahasiswa dan sejumlah tokoh masyarakat di Ruang Persidangan DPRD Majene, Rabu 3 Januar 2018.
Pertemuan ini membahas Perda tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol atau minuman keras (miras) yang menuai polemik sejak disahkan, Kamis 28 Desember 2017 silam.
- Baca kumpulan berita : Polemik Perda Miras
Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perdagangan dan Perindustian Majene sebagai pengusul Perda itu juga turut hadir. Termasuk Bupati, Fahmi Massiara yang duduk berdampingan Ketua DPRD Majene, Darmansyah yang memimpin pertemuan.
Seluruh organisasi dan masyarakat menolak Perda itu. Termasuk mendesak agar Perda nomor 21 tahun 2012 tentang pengadaan, pengedaran, penjualan, pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol segera dicabut. Mereka juga mengusul Perda pelarangan miras di Majene.
“Semua yang hadir ini berharap agar dibatalkan ini Perda,” kata Samsul MS, perwakilan dari PCNU Majene.
“Kita tutup forum ini dengan membatalkan Perda dan berharap anggota dewan agar menggunakan hak inisiatif untuk membuat perda pelarangan miras,” kata Abdul Rahman, perwakilan dari Pesantren Hidayatullah.
Seluruh tuntuan dikabulkan dalam pertemuan itu. Darmansyah mengatakan, usulan pembatalan Perda miras yang baru disahkan telah disampaikan ke gubernur, Rabu 3 Januari 2018 pukul 11.00 siang tadi.
“Insya Allah, melalui hak insiatif DPRD akan kami upayakan perda tentang pelarangan miras di Majene. Sekaligus mencabut Perda nomo 21 tahun 2012,” kata Darmansyah saat membacakan kesimpulan pertemuan.
Ketua DPRD Majene Minta Maaf
Darmansyah mengakui Perda yang menuai polemik itu tidak disosialisasikan DPRD dan Pemda Majene. Olehnya itu, Darmansyah minta maaf.
“Terus terang saja, sekali lagi mohon maaf memang kesalahan baik Pemda maupun DPRD karena tidak disosialisasikan. Yang jelas, bupati sudah meminta gubernur untuk dibatalkan,” ungkapnya.
Ketua Pusat Studi Pemilu dan Politik Lokal (Pusmipol) Unsulbar, Farhanuddin menilai pola komunikasi pemerintah ke warga yang buruk menjadi salah satu penyebab munculnya polemik Perda. Sebab, Perda itu tidak disosialisasikan sebelum disahkan.
“Komunikasi harus lebih diperbaiki, terutama nanti saat merancang Perda pelarangan miras, publik dilibatkan,” kata Farhanuddin. (Irwan Fals)