Majene, mandarnews.com –Ribuan warga memenuhi Lapangan Samaturu, Pellattoang, Kecamatan Tammero’do Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis 6 Juli 2017. Ribuan warga dari berbagai kalangan itu datang untuk menonton pawai Sayyang Pattu’du (kuda menari).
Sebanyak 105 kuda yang ditunggangi anak yang baru saja khataman Al quran meriahkan pawai ini . Setiap kuda ditunggai dua anak, jadi sebanyak 210 anak yang juga tamat SD tersebut ikut dalam pawai.
“Kegiatan pawai sayyang pattu’du ini adalah agenda tahunan UPTD (Unit Pelaksana Tekhnis Dinas) Dikpora (Pendidikan dan Olahraga) Kecamatan Tammero’do Sendana untuk mengakhiri tahun pelajaran 2016 – 2017 yang dirangkaikan dengan khataman Al Quran,” kata Ketua Panitia, Abdul Azis.
Penunggang tersebut merupakan siswa SD dan MI di Kecamatan Tammero’do Sendana yang baru saja tamat sekolah. Mereka juga telah khatam Al quran sehingga berhak untuk menunggangi kuda. Ini merupakan salah satu prosesi budaya khas Suku Mandar.
Tak hanya siswa yang telah tamat sekolah dasar, peserta didik Taman Kanak-kanak (TK) di kecamatan ini juga meriahkan pawai. Berbeda dengan siswa yang menunggang kuda, mereka menaiki mobil hias dan ikut dalam iri-iringan.
“Ada 15 mobil hias dengan jumlah anak TK sekitar 80 an,” lanjut Abdul Azis yang juga menjabat sebagai pengawas TK SD di Kecamatan Tammero’do Sendana.
Rombongan kuda dan mobil hias tersebut kemudian diarak keliling kampung. Mereka diarak mulai dari Lapangan Samaturu kemudian melewati Jalan Trans Sulawesi ke arah Mamuju sejauh 3 km. Lalu, mereka kemudian balik arah dan berakhir kembali di lapangan.
Ribuan warga memenuhi jalan sepanjang jalan rute pawai tersebut. Mereka menyaksikan iring-iringan kuda dan mobil hias yang diiringi tabuhan rebana. Sepanjang perjalanan semakin meriah saat Pakkalinda’da’ (orang yang berpuisi dalam bahasa Mandar) melantungkan puisi untuk memuji penunggang kuda.
Pawai budaya khas Mandar dan telah menjadi ikon Sulbar ini sempat membuat Jalan Trans Sulawesi. Baik dari arah Mamuju mau pun Makassar. Pihak keamanan dari Polsek dan Koranmil Sendana sempat kewalahan. Kemacetan tersebut berhasil diurai setelah pawai tersebut berakhir.
Menurut Abdul Azis, pawai tersebut menjadi agenda tahunan setelah Kecamatan Tammero’do Sendana memisahkan diri dari Kecamatan Sendana. Tujuannya agar peserta didik bisa mencintai budaya Mandar.
“Ini untuk pengembangan budaya Mandar. Sayyang pattu’du merupakan salah satu penghargaan bagi anak yang telah menuntaskan buta aksara Al quran (khatam),” jelasnya. (Irwan)