Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Majene punya utang terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pasalnya, terjadi kesalahan saat pengkodean klaim RSUD ke BPJS.
Informasi tersebut disampaikan Kepala Cabang BPJS Polewali Mandar, Sarman Palipadang yang menaungi Majene dan Mamasa. Menurutnya, kasus tersebut berlangsung sebelum ia menjabat Kepala Cabang BPJS Polewali Mandar. Kelebihan pembayaran tersebut terjadi karena kesalahan pengkodean klaim tahun 2014 hingga 2015.
"Sebenarnya kasus lama dan kepala cabangnya juga sudah berganti beberapa kali. Saya masuk tahun 2015 lalu bulan Agustus. Itu merupakan hasil temuan tim auditor dan Kemenkes (Kementerian Kesehatan), ada kesalahan pembayaran akibat pengajuan koding (pengkodean) yang tidak seharusnya dan terlanjur dibayarkan ke RSUD," kata Sarman Palipadang, Rabu 7 September 2016.
Kesalahan yang dimaksud, kata Sarman, pihak RSUD melakukan kesalahan dengan melakukan pengkodean kontrol pendarahan. Kode tersebut tidak dibenarkan tim auditor dan Kemenkes sehingga menjadi temuan senilai Rp. 2,4 miliar tersebut.
"Setelah diperiksa, memang ada kode kontrol pendarahan yang memang seharusnya tidak dikode dalam aplikasi. BPJS membayarkan biaya sesuai kode yang dimasukkan tapi kode kontrol pendarahan tidak boleh dimasukkan," katanya.
Padahal, pengkodean klaim yang dilakukan RSUD tersebut diverifikasi oleh BPJS sebelum dikirim. Sarman Palipadang beralasan, kesalahan pengkodean tersebut terjadi sebelum ia menjabat Kepala Cabang BPJS Polewali Mandar.
"Itu bukan zaman saya. dulu itu sudah dilakukan verifikasi. Sebenarnya kami tidak lalai tapi kami kirimkan ke Kemenkes dan ternyata tidak betul, jadi salah. Kemenkes mengatakan yang sudah dibayarkan harus dikembalikan," ungkap Sarman.
Sebenarnya, kejadian tersebut bukan hanya terjadi di Majene. Kejadian serupa juga pernah terjadi di Polewali Mandar dengan nilai Rp. 1,3 miliar. Kata Sarman, kesalahan pembayaran tersebut sudah dibayarkan RSUD Polman.
Saat ini, pihak RSUD belum juga mengembalikan uang tersebut. Pemerintah Kabupaten, RSUD dan BPJS telah berkali-kali melakukan pertemuan namun belum menemui titik terang. Mekanisme pembayaran pengembalian tersebut bisa dilakukan dengan pemotongan klaim setiap bulan.
"Sebenarnya mekanismenya gampang, bisa pemotongan klaim dan setiap bulan membayar ke mereka Rp. 100 juta per bulan dan tergantung mekanisme dari mereka karena kita tinggal menindak lanjuti dari temuan mereka. Kalau pun tidak bersedia , buat pernyataan tidak bersedia mengembalikan dan kita akan teruskan ke kementerian," jelas Sarman.
Padahal, tahun 2013 tunjangan jasa medis dokter di RSUD Majene hingga mencapai Rp. 2,1 miliar tidak dibayarkan hingga saat ini. Alasan sarman, pembayaran jasa dokter tersebut bukan tanggungan mereka. Melainkan tanggungan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dikelola Kemenkes sendiri pada saat itu.
"Ini kasus Jamkesmas dan itu dulu dikelola kementerian, ada sekitar 2,1 miliar jasanya belum dibayarkan oleh Kemenkes. Kita beda lagi, BPJS itu 1 Januari 2014 baru terbentuk sementara mereka tahun 2013 yang dikelola Kemenkes. Kita tidak bisa menanggulangi itu karena kita berdiri tahun 2014," kata Sarman.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak RSUD Majene belum memberikan terkait kasus tersebut.
Wartawan Sempat Dilarang Meliput
Sebelum dikonfirmasi, pihak BPJS melakukan pertemuan dengan Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) yang diketuai dr Gunadil. Pertemuan yang dihadiri dokter, Instalasi Farmasi, Dinas Keseahatan Majene dan Polewali Mandar tersebut berlangsung tertutup. Panitia melarang wartawan untuk meliput dengan alasan pertemuan tersebut membahas kasus.
Wartawan tersebut disuruh keluar panitia dari ruangan pertemuan di Lepa-lepa room Villa Bogor atas perintah dr. Gunadil. Panitia mendekati wartawan dan menyuruh keluar. Saat itu, pertemuan tersebut baru berlangsung sekitar 10 menit.
"Ini membahas kasus. Itu pertimbangannya dan pembahasannya internal dan akan membahas persoalan layanan, mutunya dan temuan-temuan, Jadi harus diselesaikan dulu. Saya disuruh dr. Gunadil. Ketua IDI Polman," kata salah satu panitia, Hasanuddin.
Setelah pertemuan tersebut selesai, sejumlah wartawan mengkonfirmasi terkait larangan meliput tersebut. Ketua TKMKB, dr. Gunadil yang juga menjabat sebagai ketua IDI Polman beralasan, pembahasan dalam pertemuan yang baru pertama kali dibahas terkait TKMKB.
"Ini sendiri baru kami bahas tujuannya TKMKB, supaya dananya masyarakat yang dibayarkan dari pemerintah, pegawai dan mandiri itu dikelola dengan baik. Masyarakat dilayani dengan standar biaya seminimal mungkin," kata dr. Gunadil.
Padahal belakangan, dr. Gunadil maupun Sarman Palipadang mengakui, pertemuan TKMKB tersebut juga membahas terkait temuan tim auditor dan Kemenkes senilai Rp. 2,4 milliar. (Irwan)