Gerbang masjid Syuhada 45 Pa’leo’, tengah-tengah Lingkungan Pa’leo. Merupakan pusat aktivitas masyarakat Pa’leo’.Setiap nama kampung atau sekarang lingkungan, pasti punya sejarah tertentu sehingga dinamai demikian. Pa’leo’ misalnya.
Dulu waktu saya kecil tidak tertarik dengan nilai-nilai sejarah. Akan tetapi seiring berjalannya kehidupan, juga pengaruh kelompok organisasi yang saya masuki sewaktu mahasiswa, saya semakin tertarik mempelajari sejarah. Sejarah penting untuk dipelajari supaya kita tidak mengulang kembali kesalahan-kesalahan nenek moyang kita yang pernah mereka lakukan dalam hidupnya dahulu.
Dulu waktu saya masih bercokol di bangku setara SMA, sering diejek oleh teman yang berasal dari Lingkungan Tamo, yaitu Ilham. Akrab dipanggil Illa’. Ceritanya, setiap guru mengabsen menyebut nama saya dan menanyakan alamat, Illa’, teman sebangku selalu bertanya: “Bu Leo di mana?” Dengan maksud bercanda tentunya.
Saya maklum karena itu dilakukan sebab dia bisa dibilang teman dekat. Cukup akrab, singkatnya.
Kalau Pak Leo ada, jelas Bu Leo juga ada. Maksud Illa’ pasti begitu. Setiap bapak atau ibu guru bertanya alamat pada saya saat sekolah di SMKN 1 Majene dulu itu saya menyahut: “Di pa’leo’, Bu/Pak.”
Letak geografis Lingkungan Pa’leo’ berada di bagian timur Kecamatan Banggae. Panjangnya membentang mulai dari SMPN 1 Majene sampai kantor Bupati Majene. Dan diperkirakan kurang lebih 400 Meter. Lebarnya kira-kira sekitar 200 Meter ke utara jika diukur dari jalan arteri. Ke selatan kira-kira 60 Meter. Jadi total lebar wilayah Pa’leo’ diperkirakan 260 Meter.
Kata Pa’leo’ tidaklah berasal dari perubahan penyebutan kata Pak Leo, tetapi ejaan asalnya memang Pa’leo’. Artinya dugaan Pa’leo’ berasal-usul dari lawan kata Bu Leo, keliru besar.
Orang-orang mungkin saja membayangkan atau menduga bahwa Pa’leo’ adalah lingkungan yang bernama Pak Leo. Mengira bahwa Lingkungan Pa’leo’ ditemukan oleh seseorang bernama Pak Leo atau suami dari Bu Leo.
Ejaan kata Pa’leo’ memang aslinya seperti ini: P-A-‘-L-E-O-‘. Dan katanya, masyarakat setempatlah serta orang kampung-kampung lainnya yang sering melewati kawasan itu yang memberinya nama.
Salah satu sumber yang saya peroleh tentang sejarah Lingkungan Pa’leo’ adalah dari seorang ibu rumah tangga bernama Adina. Berdasarkan cerita yang ia sampaikan, dahulu kala sekitar tahun 1950an kawasan ini dipenuhi oleh pohon sagu.
Hampir sepanjang Lingkungan Pa’leo’ di sekitar jalan arteri atau jalan nasional atau lebih sering disebut orang sebagai jalan poros provinsi ditumbuhi pohon sagu. Oleh orang Mandar, dinamai Pa’leo’. Sagu dalam bahasa Mandar adalah Pa’leo’. Dengan demikian Pa’leo’ tentu berasal dari sejarah suatu kawasan tempat tumbuhnya banyak pohon sagu. Dan masyarakat memang cenderung menamai suatu lokasi atau kawasan dengan hal-hal yang berkesan dan menonjol di kawasan tersebut.
Karena itu, versi inilah yang saya yakini sebagai benar atau cocok. Selain itu sesuai yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar, orang pertama yang membangun rumah untuk tempat bermukim di kawasan ini (sekitar atau pinggiran jalan arteri) ialah lelaki bernama Hudris (wafat: 1993). Istrinya bernama Rabiah (wafat: 2007). Dan Adina adalah putri dari pasangan Hudris dengan Rabiah.(*)