Serahkan Perda. Ketua DPRD, Darmansyah (kanan) menyerahkan Perda pada Bupati Majene, Fahmi Massiara di DPRD Majene, Kamis 28 Desember 2017.
Majene, mandarnews.com – Perda tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol atau minuman keras (miras) telah disahkan di DPRD, Kamis 28 Desember 2017 malam.
Perda itu diserahkan Ketua DPRD, Darmansyah pada Bupati Majene, Fahmi Massiara. Sontak, pengesahan Perda itu menuai polemik di masyarakat, bahkan jadi perdebatan di media sosial, facebook.
- Baca juga : Ini Daftar Perda yang Disahkan dan Prolegda 2018
Fahmi Massiara mengatakan, sebelum disahkan, Perda itu telah melalui kajian dan studi banding ke daerah lain. Namun karena menuai polemik, ia telah berkomunikasi dengan Darmansyah.
“Pada prinsipnya DPRD melalui ketuanya menyampaikan, jika ada hal-hal yang ingin disesuaikan kembali, DPRD siap untuk berdialog. Kalau memang dianggap tidak layak, bisa dibatalkan atau tidak diundangankan,” kata Fahmi Massiara, Minggu 31 Desember 2017 malam.
Sementara itu Darmansyah mengatakan, aturan itu diusulkan sejak 2015 karena sesuai hasil survey Pemda, terdapat banyak penjual miras di Majene. Termasuk toko bangunan yang juga menjual miras.
“Sehingga Pemda bersama DPRD membuat suatu kebijakan bagaimana meminimalisir itu. Dibuatlah perdanya supaya dilakukan pemantauan dan pengawasan penjual dan peminum itu,” jelas Darmansyah.
Perda larangan penjualan miras tidak dipilih lantaran tidak ada aturan yang mengatur diatasnya. Menurut Darmansyah, oleh karena itu Perda retribusi dipilih untuk minimalisir perederan miras.
- Baca juga : Aturan Retribusi Tempat Penjualan Miras Disahkan
“Sebenarnya kalau saya pribadi mau Perda (larangan) itu tapi kita mau merujuk kemana karena tidak ada aturan yang mengatur diatasnya,” katanya.
Setelah disahkan, Perda tersebut hingga kini belum diundangkan. Darmansyah menilai, Perda itu tidak beri ruang penjualan miras.
Dalam pasal 2 ayat 3 Perda itu, miras hanya bisa dijual di hotel bintang 3, bintang 4, bintang 5, bar, club malam, diskotik dan karaoke dewasa. Darmansyah menyebutkan, seluruh tempat itu tidak ada di Majene. Bahkan tempat yang menjual miras tidak boleh dekat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit.
“Jadi begini ya, kan ini liar maka kita coba jerat mereka supaya jangan menjual. Supaya bisa dilakukan penindakan, kalau misalnya dia menjual pada tempat yang bukan diatur dalam perda itu bisa ditindak,” jelasnya.
Darmansyah mengatakan, Perda ini adalah strategi agar Majene terbebas dari miras. Jika dikemudian hari, sebut Darmansyah, ada tempat dalam pasal 2 ayat 3 maka Perda akan dirubah.
“Kemudian bagaimana dikemudian hari ketika mereka membangun ini, Perda ini pasti dirubah,” sebutnya.
Soal retribusi, Darmansyah mengatakan, hal itu tidak akan bisa dilakukan. Pasalnya, tidak ada tempat di Majene yang memenuhi syarat.
“Percayalah retribusi tidak mungkin bisa kita pungut karena dimana kita mau pungut retribusi? Sementara tidak ada hotel berbitang 5, bintan 3,” katanya.
Dalam waktu dekat, Darmansyah, Unsulbar dan sejumlah elemen masyarakat akan kaji Perda tersebut. Jika dinilai tidak layak, maka Perda itu tidak akan diundangkan.
“Ketika hasil kajiannya, hasil bedahannya, betul-betul merusak nilai moral, agama, budaya dan ada istiadat kita, percayalah tidak mungkin disahkan dengan lembaran daerah karena Perda ini juga belum diundangkan,” ungkap Darmansyah. (Irwan Fals)