Mamuju, mandarnews.com – Gelombang penolakan rencana pembendungan Sungai Karama dari PT DND HYDRO ECOPOWER terus disuarakan. Terbaru, Aliansi Mahasiswa Menolak PLTA mengaku digantung Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Barat (Sulbar).
Menurut Ketua Divisi Media dan Advokasi Gerakan Mahasiswa Tolak PLTA Yudi Toda, hasil rapat dengar pendapatan (RDP) bulan Mei lalu tentang audiensi yang akan dilakukan di Kalumpang hingga kini tak juga dilakukan.
Padahal, kata Yudi, audiensi ke DPRD Sulbar yang menghadirkan Pemprov itu telah beberapa kali dilakukan, bahkan terakhir perwakilan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga tokoh Pemuda juga ikut menyuarakan penolakannya ke Pemprov Sulbar.
“Setelah beberapa kali kami melakukan audiensi hingga aksi parlemen jalanan dengan pihak Pemprov dan Pemkab, namun titik terang dari gerakan penolakan kami terhadap rencana pembangunan PLTA Karama oleh PT. DND HYDRO ECOPOWER belum bisa dilaksanakan,” ujar Yudi, Sabtu (27/8).
Baca Juga : PLTA Karama Ancam Kehidupan Lokal dan Situs Sejarah, Tokoh Kalumpang Raya Temui Pj Gubernur Sulbar
Gerakan Mahasiswa Tolak PLTA melalui Yudi menegaskan, masyarakat Kalumpang Raya hingga saat ini masih konsisten menolak PLTA yang mengancam perkampungan hingga memutus budaya mereka.
Sehingga, tidak ada alasan lain untuk tidak mengindahkan atau menyepelekan aspirasi dari masyarakat Kalumpang Raya. Menurutnya, aspirasi itu tidak main-main dan jangan coba-coba disepelekan karena terkait dengan ancaman terhadap kampung, budaya, dan hak mereka untuk hidup dengan nyaman di kampung mereka sendiri.
“Berangkat dari hasil audiensi dengan pihak Pemprov pada tanggal 23 Mei 2022 lalu, Pemprov dan Pemkab akan mengadakan RDP di Kecamatan Kalumpang. Namun, info yang kami dengar hari ini pihak perusahaan akan mengadakan RDP di Kota Mamuju, sehingga kami dari Gerakan Mahasiswa Menolak PLTA Karama menyatakan dengan tegas menolak RDP yang akan diadakan di Kota Mamuju. Itu sama halnya mengkhianati dan memotong hak masyarakat Kalumpang Raya,” ucap Yudi.
Ia menyebut, jika hal itu tidak diindahkan oleh pemerintah daerah maka aksi berjilid dan gelombang penolakan pembangunan PLTA di Sungai Karama akan semakin besar.
“Ini menyangkut terancamnya kampung, budaya, dan pola hidup kami. Jadi, ketika hal itu dipaksakan oleh Pemprov Sulbar dan perusahaan maka arus gelombang penolakan akan lebih besar dari sebelumnya serta masyarakat Kalumpang akan turun gunung menyelesaikan dengan cara mereka sendiri,” tutup Yudi.