Dialog tematik menyambut Hari Anti Tambang oleh WALHI Sulbar
Mamuju, mandarnews.com – Isu terkait persoalan tambang dan beberapa penyebab kerusakan lingkungan menjadi perhatian sejumlah elemen yang ada.
Hal tersebut memantik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Barat (Sulbar) menggelar dialog tematik dalam rangka memeringati Hari Anti Tambang se-Indonesia pada Rabu (29/5/2019) malam di Warkop Lobby, Jalan Diponegoro Mamuju.
Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah aktivis pemerhati lingkungan, insan pers, serta perwakilan akademisi.
Kepala Operasional WALHI Sulbar, Jance E Walangitan mengatakan, Sulbar adalah wilayah yang geografisnya sangat kental dengan hutan atau wilayah hutannya sangat luas.
“Jika di peta, Sulbar masuk dalam kawasan quarles atau penyangga, sehingga penting kita melakukan diskusi sebagai langkah awal kami di Sulbar ini,” terang Jance.
Jance menjelaskan, Hari Anti Tambang merupakan momen untuk bisa melihat persoalan di Sulbar, khususnya tambang yang merusak lingkungan.
“Walaupun misal ada yang tidak merusak, masih butuh proses penyelesaian masalah agar masyarakat tidak terkena dampak adanya eksploitasi tambang tersebut,” imbuh Jance.
Menurutnya, pemerintah dan publik harus bisa didorong untuk melakukan press atas kondisi kerusakan tambang, karena kerusakan tidak hanya terjadi hari ini tetapi bisa berdampak jauh kedepan.
“Selain itu, daya rusaknya tidak akan bisa ditandingi dengan dana yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggantikan kerusakan lingkungan,” papar Jance.
Belum lagi, lanjutnya, ditambah dengan aturan banyaknya perusahaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menginstruksikan bahwa semua perusahaan yang bermasalah harus dihentikan.
“Kami akan tetap berusaha bagaimana mengadvokasi perusahaan – perusahaan yang diduga bermasalah sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan lebih panjang lagi kedepan,” beber Jance.
Ia juga meminta keterlibatan media, Non Government Organisation (NGO), akademisi, termasuk warga sendiri untuk bisa bersama menyuarakan perusahaan di Sulbar, khususnya di persoalan tambang.
Saat ditanya kesediaan WALHI Sulbar untuk menggugat perusahaan bermasalah, ia menjawab bahwa soal gugatan bakal melihat proses sebab WALHI baru di Sulbar.
“Tetapi tentu kami butuh dukungan termasuk data yang komprehensif, dan jika betul itu terjadi dan ada oknum terlibat, kita bisa gugat sama-sama dan melaporkan ke KPK,” ujar Jance.
Ia juga menjabarkan, semua perusahaan yang bergerak dalam bidang mangan sudah didorong oleh pemerintah pusat harus mempunyai smelter, sehingga mangan di Sulbar tidak bisa dikelola kalau tidak mempunyai smelter.
“Kita tahu bahwa di Sulawesi Selatan sendiri belum ada smelter dan baru diusul oleh Kabupaten Bantaeng, dan termasuk di Papua yakni Freeport,” kata Jance.
Sementara di Sulbar, tambahnya, beberapa perusahaan mungkin baru masuk tahap eksplorasi. Jika sudah melewati batas waktu maka wajib dibredel atau dihapuskan apabila perusahaan bergerak di bidang mangan namun tidak mempunyai smelter.
Rahmat Idrus, SH., MH selaku akademisi menyampaikan, dalam aspek akademisi persoalan lingkungan, terkhusus di Sulbar, belum dianggap suatu hal urgen bagi sebagian masyarakat, nanti mengeluh ketika sudah ada dampak, seperti banjir dan lainnya.
“Perlu ada edukasi kepada masyarakat terkait masalah lingkungan,” sebut Rahmat Idrus.
Sementara pada aspek hukum, jika bicara isu lingkungan, menurutnya memang ada disharmonisasi hukum, sehingga dibutuhkan upaya harmonisasi hukum di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. (Sugiarto)
Editor : Ilma Amelia