"Rayuan Pulau Palsu" sebuah film dokumenter tentang dampak reklamasi pantai khususnya terhadap nelayan untuk pertama kalinya diputar di Sulawesi Barat, pemutaran perdana itu berlangsung di monumen Posasi Sabtu (07/05). Ratusan orang antusias mengikuti nonton bareng film yang sarat krititikan terhadap penimbunan laut tersebut, selain menonton bersama, warga juga menggelar diskusi tentang dampak reklamasi.
Nonton Bareng film " Rayuan Pulau Palsu" tersebut digelar atas inisiatif jurnalis Irwan Fals bersama sejumlah komunitas yang peduli terhadap lingkungan antara lain Ikatan Mahasiswa Mandar Majene Indoensia (IM3I) orsat Majene, Perikanan Unsulbar serta Mitra Bahari Sulbar. Pemutaran film itu disambut antusias warga, ratusan orang tampak memadati taman posasi ( Taman Nelayan,- ) di lingkungan Pangali – Ali Majene. Tampak hadir dalam nonton bareng itu mulai nelayan, aktivis lingkungan, mahasiswa, anggota pramuka dan warga masyarakat umum lainnya. Sebagian menonton di atas panggung sebagian lagi menonton sambil duduk diatas motor dan atau di tanggul pantai.
"Tujuan utama dari pemutaran film ini adalah memberi pemahaman kepada kita semua tentang apa itu reklamasi, apa dampaknya, makanya selain nonton bareng kita gelar juga diskusi," kata Irwan Fals yang juga jurnalis MandarNews.
Film berdurasi 60 menit itu dibuat rumah produksi WatchDoc pimpinan Dandhy Laksono yang juga merupakan anggota Aliansi Jurnalis Independen ( AJI ). dalam film tersebut dikisahkan nasib nelayan di Muara Angke Jakarta pasca dilakukan pembangunan sejumlah pulau buatan di teluk Jakarta. Film "Rayuan Pulau Palsu " yang berisi kritikan terhadap penimbunan laut untuk pembangunan juga menampilkan reklamasi di daerah lain seperti Teluk Benoa Bali.
Setelah nonton bareng, warga kemudian menggelar diskusi yang dipandu dosen FISIP Unsulbar, Farhanuddin. sedangkan pemateri diskusi tentang reklamasi ini masing – masing adalah dosen Program Studi Perikanan Unsulbar Andi Arham serta aktivis Lingkungan dari Lembaga Maritim Makassar ).
Kedua pemateri tersebut menyatakan reklamasi akan merusak ekosistem yang ada di pantai antara lain Mangrove dan terumbu karang.
Menurut Andi Arham, pembangunan resort di Dubai yang juga dilakukan dengan reklamasi berbeda dengan reklamasi di Indoesia, bila perairan di Dubai sudah tidak lagi ditemukan ekosistem sehingga memenuhi syarat untuk ditimbun, maka di perairan Indonesia masih sangat kaya akan keragaman hayati.
"Hampir semua reklamasi itu dilakukan di daerah teluk, padahal teluk dan perairan di Indonesia itu memiliki keragaman hayati yang sangat besar. selain itu reklamasi akan berdampak pada kehidupan nelayan," kata Andi Arham yang kini aktiv melakukan transplantasi karang di teluk Mandar.
Sementara itu, aktivis lingkungan Mirwan Anugrah mengatakan reklamasi lebih banyak menguntungkan kaum bermodal. Menurutnya pengalaman di berbagai daerah seperti di Makassar, setelah kawasan pantai selesai ditimbun, yang kemudian menikmati adalah pengusaha.
" Pemanfaatan kawasan pantai dan pesisir wajib merujuk ke Rencana Tata Ruang Tata Wilayah, " kata Mirwan.
Menurut Irwan Fals, setelah di Majene, pemutaran film direncana akan berlanjut ke sejumlah daerah di Sulbar antara lain di Polewali Mandar. (Afsar)