Penulis : Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia Mandar Majene (IPPMIMM), Hirdjayadi AL Mandary
Pesta Demokrasi Pemilihan Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) telah berada di depan mata ,tepatnya 15 Februari 2017. Euforia disemua elemen masyarakat telah kembali menggelora dengan berbagai corak. Ekspresi tersebut dilakukan sebagai bentuk pengharapan akan lahir pemimpin baru yang siap melepaskan masyarakat Sulbar dari berbagai belenggu persoalan serta mampu mengantarkan pada kesejahteraan.
Telah beragam janji, strategi, dan perencanaan yang disiapkan oleh kandidat guna merebut kemenangan dalam pesta tersebut, dari Koalisi partai, pemanfaatan media, hingga janji yang acap kali berlebihan (irasional). Benar memang, sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) patutnya berbahagia karena telah diberikan hak sekaligus kebebasan oleh negara untuk menentukan pilihan secara bebas dan merdeka sesuai hati nurani (Baca: UU Pemilu No. 15 thn 2011).
Namun ada sisi lain yang perlu untuk diperhatikan yakni pragmatisme. Pragmatisme dalam bentuknya berupa iming-iming acap kali menghiasi bahkan mencederai jalannnya proses demokrasi. Sehingga demokrasi yang dikenal sebagai instrument partisipasi murni dari masyarakat kini hanya akan menjadi arena komoditi bagi para aktornya.
Yang menjadi pertanyaan ialah “apakah hati nurani masih menjadi rujukan mendasar dalam menentukan pilihan?” mengingat pragmatisme tidak hanya berupa uang (Money) tetapi dalam pahaman penulis ialah adanya kontrak yang terbangun antara pemilih (tim) dengan kandidat dan biasanya kontrak tersebut akan terealisasi setelah acara pesta Demokrasi selesai. Jika hal demikian adanya maka secara bersamaan akan membuat nurani tercemar dan tak bisa lagi dijadikan sebagai landasan dalam menentukan pilihan.
Koalisi partai: Membelenggu Nurani
Partai menjadi syarat sekaligus kendaraan bagi siapa saja yang berkeinginan menjadi kandidat pilgub dan biasanya modal kekuatan partai dibangun melalui koalisi. Koalisi partai adalah penggabungan beberapa partai untuk memberikan dukungan yang sama terhadap calon yang diusung. Namun konsekuensi menjadi bagian dari partai politik adalah segala aturan serta kebijakan yang dibuat oleh partai mestinya bahkan seharusnya diikuti oleh kader. Jadi, jika partai memberikan dukungan kepada salah-satu calon maka kader pun juga harus memberikan dukungan meski bertentangan dengan nurani.
Media Informasi: Senjata Rayuan Gombal
Sisi kehidupan manusia hampir selalu disuguhi oleh media informasi. Media menjadi teman akrab manusia dan seakan tak bisa dipisahkan. Di era kemajuan tehcnologi informasi saat ini menjadi hal yang perlu untuk memilki dan menggunakan media informasi dalam kehidupan. Mengingat kehadiran media sebagai ruang penyampaian informasi menjadi hal yang tak dapat dielak selain untuk memperkaya referensi sebagai basis dalam menetukan pilihan juga sebagai konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan manusia.
Namun kehadirannya (media informasi) terkadang menuai pro-kontra dikalangan masyarakat apatah lagi menjelang Pilkada. Urgensi media informasi dalam pilgub khususnya Pilgub Sulbar sangatlah besar dan terkadang menjadi indikator dalam mengukur kekuatan serta kemenangan setiap calon melalui kerja sama dengan lembaga survey.
Dalam masyarakat awam, segala informasi yang diterima tentu mereka percayai dikarenakan kapasitas dalam memfilter benar tidaknya sebuah informasi tidaklah memadai. Lalu yang menjadi pertanyaan kemudian adalah “Media informasi manalagi yang dapat dipercaya oleh masyarakat jika disetiap penyampaian informasi (berita) justru bertolak belakang (terdistorsi) dari fakta yang ada?”
Dalam perspektif oposis biner realitas kehidupan dikelompokkan menjadi dua dan sifatnya berlawanan. Artinya, praktik kehidupan hanya berada pada dua opsi saja semisal setuju atau tidak setuju, medukung atau tidak mendukung, nah, ketika kehadiran media informasi telah dianggap tidak netral, maka secara bersamaan posisi media tersebut telah ikut mengokohkan atau mempertahankan (status quo) salah-satu kandidat.
Untuk itu, marilah mengawal demokrasi kita dengan memberikan dukungan secara cerdas, jujur, dan bijak, bukan dengan janji, intimidasi atau semacamnya. Sehingga hasil dari pesta Demokrasi senantiasa bermuara pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.. Semoga..!!