Dengan menggunakan armada Bintang Prima, saya berangkat bersama 29 orang menuju bandara Hasanuddin Makassar pada selasa (2/9) jam 10.30
wita, tiba di bandara pukul 04.00 kami menunggu selama 5 jam disebabkan pesawat lion air yang akan kami tumpangi, rencana pemberangkatan jam
0 wita, di Bandara Hasanuddin Makassar kami dipandu oleh seorang perempuan yang bernama Aisyah tinggal di Sudiang, kami dipandu sampai di Bandara Ngurah Rai Bali.
Tak terasa waktu berputar Pesawat lion air JT.741 lepas landas dari Bandara Hasanuddin Makassar menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali dengan jarak tempuh selama 1 jam, setibanya disana rombongan sebanyak 30 orang langsung dijemput dan disematkan kembang kamboja di leher oleh seorang gadis Bali.
Tiba di Bali jam sudah menunjuk pukul 10.30 waktu setempat, antara Bali dan Majene waktunya tidak ada perbedaan, keluar dari Bandara I Gusti Ngurah Rai langsung menuju Bus Sanjaya Trans yang dilengkapi seorang
pemandu, I Nyoman Gede Miasa namanya lahir 44 tahun yang lalu dialah yang akan menuntun kami ke tempat wisata selama 4 hari di Bali.
Bus Sanjaya Trans yang disiapkan Travel dengan pemandunya meluncur menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK) sebagai pilihan pertama untuk dikunjungi, lokasi ini dibebaskan oleh Tomi suharto kala itu dengan luas 250 Ha Tanah ini memang diperuntukkan tempat wisata dibangun tahun 1996
pada saat itu Presiden Soeharto belum lengser, sampai sekarang belum kelar karena faktor dana, Garuda dan Patung Wisnunya itu dibuat di Bandung tapi tekhnisinya orang Bali, sedangkan bahan bakunya bukan dari batu tetapi
bahan tembaga dan nikel, sekarang mulai tahap pekerjaan semua dinding cadas diukir sedemikian rupa agar tempat wisata ini punya daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang, Garuda Wisnu Kencana (GWK) sebagai tempat wisata nantinya akan dibangun Hotel, tempat permainan anak dan Gedung Kesenian serta restoran, walau tempat ini belum kelar 100% pengunjung tetap
banyak berdatangan baik wisata lokal maupun mancanegara.
Kami tiba ditempat ini pukul 11.30 lelah memang sejak tiba dibandara lansung berangkat tidak mengenal istirahat, apalagi wisata GWK kondisinya diatas bukit dan harus melewati beberapa anak tangga baru dapat sampai ke
tujuan, patung wisnu yang begitu megah dan indah ditambah patung garuda yang sangat besar menandakan bahwa Bali memiliki Dewa Yang Maha
Agung.
Setelah berkeliling di areal wisata GWK, kami istirahat untuk makan siang serta sholat, selesai istirahat saya beserta beberapa teman rombongan
menyempatkan diri masuk keruang kesenian yang terletak tidak jauh dari retauran tempat kami makan siang, didalam gedung tersebut di tampilkan kesenian tari has Bali dan Barongsai, saya tak sempat menanyakan apa nama tarian tersebut, karena saya larut didalam gedung, dan tanpa saya sadari
rombongan sudah ada diluar menunggu untuk berangkat menuju tempat wisata yang lain.
Perjalanan dilanjutkan ketempat wisata yang banyak dikunjungi oleh orang asing,yaitu wisata Bahari namanya pandawa lima selama perjalanan inyoman (pemandu) menceritakan bahwa Provinsi Bali yang berpenduduk empat juta jiwa dengan 95% penduduknya menganut agama Hindu, namun dalam
kerukunan beragama dengan agama lain sangat terjalin, sehingga wajar jika Pemprov. Bali memilih “Pengamanan Berstandar Internasional” sebagai
Program Unggulan, kemudian perjalanan dilanjutkan pada siang hari setibanya kami disana langsung menuju pos yang husus menyiapkan sabuk untuk
mengikat pinggang,semua pengunjung melakukan itu, agar ilmu gaib yang di miliki tidak mengganggu tempat ini kata Inyoman setelah Mandar News
mempertanyakan.
Menurut Inyoman bahwa daerah ini memang sangat suci dan dilarang keras bagi orang-orang membawa ilmuilmu yang sifatnya untuk mengganggu kesucian pura tersebut, kalaupun ada tidak dilarang namun ada syaratnya
yaitu sebelum masuk ke Pura segala seuatu yang berkaitan dengan ilmu gaib yang mengganggu mohon dilepas, jangankan ilmu gaib, mengucapkan
kata-kata kurang baik saja tidak diperbolehkan disana, jika larangan tersebut
tidak diindahkan maka siapapun akan terkena musibah bisa jadi ditarik kera atau digigit karena di areal Pura banyak Kera liar, awalnya saya tidak percaya, dibenak penuh dengan keraguan, ach…!masa iya, ahirnya saya nurut juga dengan prinsip dimana bumi kita berpijak disitu langit kita junjung, artinya dimanapun kita berada kita senantiasa ikut aturan.
Akhirnya tanpa tedeng aling-aling sabuk saya ikatkan ke pinggang, kain berwarna ungu yang menjadi pilihan, karena ada dua warna kain selain warna ungu ada juga kuning, rombongan kami masuk setelah dalam areal pura saya
berpisah dengan teman yang lain menuju tempat persembahan didampingi pemandu (I Nyoman) saya berjalan setapak demi setapak menaiki anak tangga, tiba dipertengahan kami istirahat karena lelah, dengan ketinggian 60M diatas permukaan laut pura yang pas berdiri di pinggir laut diatas tebing batu yang sangat besar kami tetap melangkahkan kaki keatas, setelah tiba sejenak saya
bertanya kepada Inyoman, tentang kronologis terbangunnya Pura Uluwatu, beliau menjawab diberi nama Pura Uluwatu karena memang tata letak pura tersebut berada diujung batu dan diujung kaki Pulau Bali, dibangun ribuan tahun yang lalu kemudian yang menunggu dan mengawasi adalah kera-kera,
jika dapat gangguan maka muncul semua kera yang ada di areal pura, kata I Nyoman Gede Miasa awal pembangunan Pura adalah orang suci agama Hindu kemudian menemukan prasasti di ujung batu itu dan dibuatlah semacam relips
hingga dibangunlah,
Dengan asiknya ngobrol datang teman seprofesi ikut nimbrung menambah
marak informasi yang disajikan oleh pemandu, tak lama kemudian saya melihat kentongan bambu yang tergantung di pos yang dekat pura tempat
persembahan sebanyak tiga kentongan, Kata inyomang nanti menjelang upacara baru kentongan dibunyikan dan ini kedengaran sampai dengan
radius 2 Km, kentongan dipukul sebanyak 3 kali secara bergantian, kentongan pertama dipukul dan masyarakat yang sempat mendengarkan bersiap untuk datang sekaligus membawa pakaian adatnya, kemudian kentong kedua dipukul dengan bunyi berbeda dengan yang pertama menandakan bahwa masyarakat
dipersilahkan mandi, berhias dan sembahyang dan kentongan yang ketiga dipukul juga berbeda bunyinya baik yang pertama maupun yang kedua ini menandakan bahwa acara selesai atau acara penutupan maka dilanjutkan
makan-makan, berselang kemudian kami beranjak mau pulang dengan
dikagetkan dua orang asing yang dikejar dengan kera, kami tak tahu apa gerangan sehingga orang itu dikejar.
Amaris sebagai tempat menginap semua rombongan,hotel yang berlantai empat ini terletak di sudut kota Denpasar,hari-hariku bersama dengan temanteman sekedar beristirahat dan sarapan pagi setelah itu saya dan rombongan berangkat lagi, keesokan harinya rombongan kami bersiap lagi untuk melanglang, kali ini hari yang kedua keberadaan kami di Bali, dengan
sasaran kunjungan ke Kantor Gubernur Provinsi Bali, suasana pagi sangat cerah sanjaya trans yang mengangkut rombongan melaju terus tak terasa kita sudah tiba, suasana sejuk telah dirasakan pohon rindang berjejer mengelilingi kantor ditambah kicauan burung yang seakan mengetahui maksud kedatangan kami.
Kita di sambut dengan tatakramah oleh kepala bagian kominfo bapak Dewo Darmadi, kemudian dipersilahkan masuk ke ruangan saya serta rombongan
duduk, acara dimulai Dewo memperkenalkan dirinya dan beliau mengatakan
sedianya kepala biro Humas yang akan hadir namun karena ada kegiatan lain yang sangat penting sehingga saya yang diarahkan, yang namanya tugas
kapan dan dimana saja diperintahkan pimpinan senantiasa harus siap tuturnya.
Peretemuan antara rombongan dengan kepala bagian Komimfo memiliki dampak positif apalagi letak geografis pulau Bali ada kemiripan dengan kabupaten Majene, kondisi alam juga mirip, Bali tandus dan bebatuan, majene
pun demikian tandus dan bebatuan, sehingga Asisten terkeco dalam melihat media terbitan Bali Mandara yang bahasanya mirip Mandar, namun sebenarnya itu adalah singkatan dari Maju Aman Damai dan Sejahtera (MANDARA)……………bersambung (Muh. Jufri)