Bermukim diatas tanah pinjaman atau tanah milik ‘tuan tanah’ tidak pernah nyaman. Hidup selalu gelisah, terancam sewaktu-waktu diminta pindah jika ‘tuan tanah’ sudah mau memanfaatkan miliknya
Kegelisahan mereka alami semakin memuncak tatkala si ‘tuan tanah’ terlibat dalam ajang pesta demokrasi. Pada momen ini, warga awalnya tidak berani mengambil keputusan alias gamang. Memilih calon berbeda dengan dukungan ‘tuan tanah’ atau tuan tanah itu sendiri, bisa menjadi malapetaka, terusir dari tanah pinjaman. Akhirnya mereka terpaksa memendam hak demokrasinya demi keselamatan.
"Suatu saat kami diminta pindah, kami ini mau kemana karena tidak memiliki tanah untuk mendirikan gubuk," lirih Muslimin, warga Lingkungan Barane Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat.
Tidak hanya Muslimin, tapi seratusan kepala keluarga (KK) warga Barane mengkuatirkan hal yang sama, kemana harus pergi jika ‘tuan tanah’ mengambil miliknya. Pasal, mereka turun temurun masih tinggal di atas tanah si ‘tuan tanah’.
Di wilayah ini terdapat dataran yang berada di bibir pantai. Luasnya, diperkirakan dapat menampung seratusan rumah warga. Menurut warga, keberadaan dataran itu akibat tanah yang tumbuh karena proses alam sehingga membentuk dataran. Warga ingin bermukim di tempat itu yang mereka sebut Litaq Tua (Tanah Negara). Litaq Tua ini hanya berjarak puluhan meter dari dari Pantai Wisata Barane ke arah Selatan.
Pada Senin 27 Agustus, kegelisahan mereka tidak dapat ditahan. Puluhan orang mewakili ratusan warga Barane mendatangi gedung DPRD Majene. Anggota DPRD yang menyambut terdiri dari Darmansyah (Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan), anggota Komisi III yakni Basri Ibrahim, Adi Ahsan, dan Hasriaty Arif Saleh. Warga menyampaikan kegelisahan dan keinginan untuk menempati Litaq Tua.
Darmansyah berjanji akan menfasilitasi aspirasi warga Barane ke Pemkab Majene. Dia berjanji akan menggelar rapat dengan mengundang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Majene, Asisten, Kabag Pemerintahan Sekretariat Daerah Majene, Lurah Baurung serta pihak-pihak yang berkompeten lainnya.
"Jika perlu rapat dengan pak Bupati biar cepat selesai," imbuh Adi Ahsan.
Menurut Darmansyah, pemanfaatan tanah negara oleh warga sangat mungkin apalagi jika menyangkut orang banyak.
"Ada aturan perundang-undangan yang menegaskan bahwa 100 meter dari bibir pantai itu masih milik negara," kata Ketua Komisi membidangi Pemerintahan ini.
Sikap Bupati Majene H. Kalma Katta terhadap tuntutan warganya ini mengaku akan memberikan izin jika tanah yang dimaksud warga itu bukan milik warga lainnya.
"Kalau memang itu tanah negara maka bisa saja diberi izin untuk ditempati pemukiman warga Barane," kata dia saat
ditemui di ruang kerjanya, Selasa 28 Agustus.
Untuk menentukan status atas tanah itu, dia mengaku akan berkoordinasi dengan BPN. Termasuk aturan yang disebutkan Darmansyah yang menyebutkan bahwa 100 meter dari pantai adalah milik negara.
"Jika aturan itu berlaku menyeluruh, maka bagaimana nasib warga Majene lainnya yang sebagian besar bermukim di pinggir pantai seperti di Binanga, Tanjung Batu, Pangaliali dan seluruh wilayah pesisir Majene. Itu semua akan diperjelas," sebut Kalma.(rizaldy)