Puluhan warga Barane Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur kembali mendatangi gedung DPRD Majene, Kamis 30/8 pukul 9.00 waktu setempat. Mereka minta kejelasan pemerintah Kabupaten Majene terkait lahan yang dihuni selama ini mengalami gugatan akibat tapal batas yang berubah posisi.
Dari pergeseran tapal batas, ada pihak lain yang mengklaim jika sebagian lahan yang dihuni warga tersebut masuk dalam status milik pribadi. Padahal warga menilai jika lahan yang dihuni selama ini adalah hasil timbunan pinggiran pantai Barane (reklamasi).
Adanya areal pemukiman yang dihuni warga sebagai hasil dari upaya reklamasi pantai, ternyata tidak sepenuhnya bisa ditempati untuk membangun rumah. Akibatnya, rumah penduduk sebanyak 117 kepala keluarga terancam tergusur oleh pihak lain.
Realita seperti ini menjadi materi dalam pembahasan antara pihak legislatif dan eksekutif bersama warga Barane yang terusik akibat pergeseran tapal batas. Kendati sebelumnya sudah pernah dilakukan pertemuan pada tanggal 27 Agustus lalu dengan pokok materi yang sama.
Namun warga menilai upaya pertemuan tersebut gagal menemui solusi sehingga perlu ada kejelasan soal status tanah yang disebut ‘Litaq Tuo’ (Mandar, Red).
Pertemuan antara tiga elemen ini dipimpin wakil Ketua Komisi III DPRD Majene, Muhammad Basri Ibrahim bersama anggota komisi, Adi Ahsan, Anggraeni, dan Hasriaty.
Sementara dari pihak eksekutif hadir dalam pertemuan yakni Sekda Kabupaten Majene, Syamsiar Muchtar Machmud, Kabag pemerintahan, Ahmad Hasan dan Camat Banggae Timur, Hamzah
Atjo.
Karena jumlah warga yang datang cukup besar, tim pengamanan dari Polres Majene juga terlibat untuk menghindari terjadi tindakan anarkis warga.
Dalam pertemuan tersebut Sekda Majene, Syamsiar mengatakan jika Pemerintah Kabupaten Majene bersikap independen karena pertikaian soal lahan yang dihuni warga ini dengan pihak lain dinilai sama di mata hukum. Ia menilai bahwa upaya untuk mencari solusi antara kedua belah pihak terkait soal sengketa tapal batas lahan yang dihuni warga dengan pihak lain harus melibatkan pejabat dari Badan Pertanahan Negara (BPN).
Kendala lain yang juga perlu diluruskan yakni keterlibatan pejabat lama yang menangani pengadaan lahan hunian warga dari hasil reklamasi Pantai Barane. Pejabat lama yang dimaksud Syamsiar seperti Kabag Pemerintahan lama dan sejumlah pejabat lain terkait dan memahami persoalan ini.
Upaya ini menurut mantan Kepala Bappeda Majene ini untuk menghindari terjadinya salah interpretasi keberadaan lahan hunian warga Barane setelah dilakukan reklamasi pantai. Saran Syamsiar ini disepakati pula oleh Kabag Pemerintahan, Ahmad Hasan. Menurut Ahmad, persoalan ini tidak hanya mengacu pada aspek hukum dengan satu aturan melainkan ada regulasi lain yang juga mengikat kedua belah pihak yang berseteru.
Camat Banggae timur, Hamzah Atjo mengaku kaget dengan adanya perseteruan antara warga Barane dengan pihak lain yang mengklaim sebagai pemilik lahan. Selama memangku jabatan sebagai camat, kata dia, belum pernah mengetahui adanya persoalan seperti ini. Sebelumnya Camat, jabatan Hamzah Atjo adalah sekretaris di kecamatan yang sama mendampingi Fahmi Massiara yang kini menjadi Wakil Bupati Majene.
Anggota DPRD Majene, Adi Ahsan yang dimintai komentar soal perseteruan warga dengan pihak lain ini menilai jika pemda Majene tidak mengetahui dengan status tanah yang dihuni warga.
Maraknya persoalan status kepemilikan tanah di Kabupaten Majene yang berujung sengketa lahan dipicu karena tidak adanya data otentik yang patut dijadikan acuan khususnya menyangkut status kepemilikan tanah tersebut.
Ia justru mengatakan jika sengketa lahan di daerah Barane ini disinyalir akibat adanya pergeseran tapal batas oleh pihak tertentu yang memicu kemarahan warga setempat.
Padahal dalam status tanah yang ada di negara ini sudah diatur berdasarkan undang-undang pertanahan.
Untuk itu, Dia meminta agar Pemda Majene bersama warga setempat membentuk tim penyelesaian sengketa tanah. Upaya itu menurut dia lebih efektif dibanding harus diselesaikan di gedung DPRD Majene.
Pertemuan ini pun juga disambut positif anggota dewan seperti Hasriaty. Dia juga setuju jika dibahas dalam bentuk tim bersama antara pemda dan warga untuk menyelesaikan secara bijak dan sesuai kesepakatan. (Ahmad)