Duapuluhsatu. Manipulasi Konten Melalui Editing dan Penyuntingan Video.
Dalam kasus berita televisi atau konten video, manipulasi dapat dilakukan melalui editing yang mengubah konteks asli dari wawancara atau peristiwa. Potongan video yang tidak lengkap atau disajikan secara parsial bisa menciptakan persepsi yang berbeda dari realitas. Teknik ini sangat efektif dalam memengaruhi persepsi visual publik.
Faktanya, kasus video manipulasi yang dipotong dan disunting sering terjadi selama kampanye politik di Indonesia. Pada Pilkada DKI 2017, potongan video pidato Ahok di Pulau Seribu disunting sehingga pernyataannya tampak menghina umat Islam, yang kemudian disebarluaskan oleh media oposisi atau yang berseberangan dengan rival politiknya.
Duapuluhdua. Penyebaran Berita Bohong (Fake News).
Media yang sudah terafiliasi dengan kepentingan politik tertentu terkadang tidak ragu menyebarkan berita palsu atau yang belum terverifikasi secara menyeluruh. Meskipun akhirnya berita tersebut dibantah atau diperbaiki, kerusakan yang diakibatkan oleh berita palsu sering kali sudah terjadi, terutama ketika berita ini menyebar dengan cepat melalui media sosial.
Faktanya, Media online sering menyebarkan berita palsu atau belum terverifikasi, terutama selama masa kampanye politik. Misalnya, berita tentang Jokowi yang disebut PKI dan berita tentang Prabowo yang disebut mendukung kelompok radikal, yang keduanya tidak terbukti tetapi telah menyebar luas.
Dengan banyaknya fakta di lapangan, dapat disimpulkan bahwa modus-modus ini adalah bagian dari realitas media di Indonesia, terutama ketika media digunakan sebagai alat politik untuk kepentingan pemiliknya.
Dengan berbagai modus di atas, banyak pemilik dan pengelola media di Indonesia yang berperan sebagai cheerleader bagi pihak politik tertentu, sekaligus mengkhianati fungsi media yang seharusnya independen dan bertanggung jawab kepada publik. Ini tentu saja merusak kepercayaan publik terhadap media sebagai sumber informasi yang andal dan kredibel. Salam!.