Penulis : Zulkarnain Hasanuddin,SE,.MM.
(Founder Garansi Institute).
Istilah ‘Kampanye Negatif'( Negatif Campaign ) dan ‘Kampanye Hitam'(Black Campaign) kerap muncul di masa pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) Gubernur maupun Bupati. Keduanya mempunyai pengertian dan dampak yang berbeda dari sisi hukum
Dari beberapa Literatur ‘Kampanye Negatif’ biasanya dilakukan dengan mengungkap kelemahan atau kesalahan lawan politik. contohnya, kampanye negatif dalam kontes pemilihan kepala daerah ( Pilkada ) dilakukan dengan mengumbar data utang-utang daerah yg tidak jelas penggunaannya atau program-program tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat yg dilaksanakan petahana oleh pihak lawan
Sampai saat ini tidak ada larangan dalam UU baik itu Undang-Undang Yang Mengatur tentang Pemilihan Umum maupun Undang-Undang yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah ( Gubernur/Bupati ). terkait dengan kampanye negatif, kandidat atau kelompok yang merasa menjadi sasaran kampanye negatif memiliki ruang untuk menanggapi dengan memaparkan data valid atau argumen yang dapat membela posisinya saat diserang oleh pihak lawan
Sedangkan ‘Kampanye Hitam’ adalah menuduh pasangan calon atau kelompok lawan politik dengan tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin.
Contoh ‘Kampanye Hitam’ misalnya menuduh seseorang calon tertentu apakah itu Pilpres ataupun Pilkada tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya. atau sang calon disebut melakukan kejahatan tertentu di masa lalu yang tidak bisa dibuktikan.
Secara Eksplisit Pembeda antara ‘Kampanye Negatif’ bertujuan untuk memojokkan karakter seseorang. Sedangkan ‘Kampanye Hitam’ bertujuan untuk menghancurkan karakter seseorang dan mengarah kepada tindak pidana.
Dalam UU Baik itu tentang Pemilu ( UU No 7 2017 ), Pasal 280 Ayat 1 tentang hal-hal yang dilarang dilakukan dalam masa kampanye. maupun undang-undang pilkada ( UU 1 2015 ) pasal 69 tentang larangan dalam Kampanye, dan pasal 72 ayat 1 huruf ‘a’ sampai huruf ‘h’ menegaskan pelanggaran terhadap larangan tersebut merupakan tindak pidana dan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
PKPU 13 2024 sebagai tindak lanjut dari UU 10 2016 perubahan dari UU 1 2015 yang mengatur tentang kampanye pilkada, juga telah mengatur metode pelaksanaan kampanye khususnya pasal 18, sebagai rule of the game bagi setiap pasangan calon dan timnya dalam menjual programnya baik yang dilaksanakan melalui pertemuan terbatas maupun nantinya saat dilaksanakan debat terbuka oleh penyelenggara, sebagai sarana menjual program dan juga menjadi media dalam mengedukasi rakyat (pemilih) melalui visi dan misi serta janjinya untuk rakyat bagi setiap pasangan calon
Pemilih sebagai pemilik suara sangat penting untuk terus memantau dan melihat apa yang telah dilakukan oleh pasangan calon dan apa yang akan dijanjikan yang berorientasi padi kepentingan rakyat.dan menjadi pemilih yang cerdas sangat dibutuhkan dengan tidak terpengaruh dengan kampanye yang sifatnya tidak mendidik apalagi kampanye-kampanye yang berorientasi pada pembunuhan karakter seseorang ( black campaign ),tetap kedepankan nurani dan tetap melakukan seleksi dengan baik terhadap setiap calon agar pilihan rakyat berdampak pada kesejahteraan rakyat. One man one vote one value
Dan mari tetap menjaga dan merawat Demokrasi kita dengan keteduhan berpolitik dan tetap mengedepankan perang dan pertumpahan ide, gagasan dan program, bukan perang dan pertumpahan cacian dan makian, sekaligus menjadi sarana dan arena pendidikan politik bagi Warga sebagai pemilih dan pemilik suara untuk masa depan Demokrasi kita.
“Selamat berkampanye”