Asniar (berjilbab hitam) diapit kedua orangtuanya
Topoyo – Empat hari pasca gempa dan Tsunami yang melanda Palu dan sekitarnya masih menyisakan trauma psikologis bagi korban yang sempat menyelamatkan diri dari amukan alam tersebut. Dari jumlah 50 orang pemuda pelajar dan mahasiswa asal Mamuju Tengah yang terdaftar dalam Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa (HPPM Mamuju Tengah) semuanya selamat. Salah satunya adalah Asniar, Mahasiswi Semester III Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako.
Ditemui di kediamannya, siang tadi, di Dusun Kambicci Desa Tobadak, Asniar menceritakan bahwa sebelum gempa yang berkekuatan 7,4 Skala Richter (SR) itu terjadi, dia beserta mahasiswa lainnya sedang berada di area kampus dan sudah merasakan gempa pertama pukul 15.30 wita tetapi belum disertai Tsunami. Saat itu Asniar bergegas pulang ke tempat kontrakannya di area Desa Tondo sekitar 3 km jarak dari pesisir pantai Palu untuk beristirahat. Tepat adzan Magrib terjadilah gempa yang meluluh lantakkan daerah kota Palu dan sekitarnya kemudian menyusul Tsunami selang 1 menit setelah gempa tersebut terjadi.
Tidak mudah bagi Asniar untuk menyelamatkan diri dari dalam rumah kontrakannya saat gempa berkekuatan 7,4 SR itu terjadi.
“Saya mau bergegas keluar dari rumah tapi sulit langsung bisa keluar karena gempa sementara berlangsung. Saya beberapa kali terjatuh dan kepala saya sampai terbentur beberapa kali kedinding tembok,” ujarnya.
Setelah bisa keluar rumah, Asriar bergabung dengan pengungsi lainnya di satu titik yaitu di tanah lapang yang tidak jauh dari kontrakan.
“Tapi saya juga tidak lama berkumpul di tanah lapang itu sebab kabar dari orang-orang mengatakan bahwa Tsunami ada, mungkin sekitar 1 menit saja interval gempa 7,4 SR itu dengan datangnya Tsunami yang sangat deras makanya saya dan penduduk lainnya berlari ke daerah perbukitan yang berjarak sekitar 8 km dari pemukiman padat penduduk di Desa Tondo,” tutur alumni SMK Keperawatan Al Mubarak Topoyo ini.
Asniar juga menuturkan, sekitar 6 meter tinggi air saat Tsunami menerjang wilayah kota Palu itu. Keesokan harinya dan air sudah surut, barulah penduduk mulai memberanikan diri turun dari bukit untuk mencari sanak keluarga yang terpisah saat bencana dan mengecek harta benda apa saja yang masih bisa diselamatkan.
”Puluhan rumah sudah tidak utuh dan di sana sini tanah dan jalanan retak,”tambahnya.
Ditempat yang sama Hj. Sitti, ibunda Asniar menceritakan kegelisahannya.
“Saya baru tahu kalau ada Tsunami di Palu saat saya menonton berita yang disiarkan di TV setelah saya pulang dari kebun. Saya hubungi nomor telepon Asniar tapi tidak aktif, saya menangis dan khawatirkan kondisi anak saya yang tidak ada kabar. Beruntung besok paginya nomor teleponnya sudah bisa tembus dan alhamdulillah kabar kondisi anak saya masih dalam lindungan Tuhan, langsung saya suruh suamiku ke Palu untuk jemput Asniar waktu Minggu pagi dan kemarin pagi tiba di Mamuju Tengah,” tutupnya.
Kontributor : Syarif