Diskusi via Zoom terkait sosialisasi likuifaksi pasca gempa Sulbar dengan tema “Mengapa Bisa Terjadi Likuifaksi”.
Mamuju, mandarnews.com – Gempa bumi yang berkekuatan 6,2 magnitudo pada 15 Januari lalu di Sulawesi Barat (Sulbar) masih menyisakan trauma, khususnya masyarakat di wilayah terdampak di Mamuju dan Majene.
Selain runtuhan bangunan akibat gempa, masyarakat Sulbar juga dikhawatirkan dengan isu likuifaksi atau fenomena tanah bergerak seperti yang terjadi pada gempa Palu 2018 silam.
Merespons hal itu, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Sulbar dibawah pimpinan Herjon Panggabean melakukan sosialisasi via dalam jaringan (daring) dengan mengundang ahli penelitian utama pusat survey geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ungkap M. Lbn Batu dengan tema “Mengapa Likuifaksi Bisa Terjadi” pada Jumat, (5/2).
Salah satu pertanyaan yang mencuat adalah mengenai kerentanan terjadinya likuifaksi di Sulbar. Ungkap pun menjelaskan bahwa likuifaksi terjadi jika terdapat lapisan sungai purba yang merupakan endapan lumpur bercampur pasir.
Likuifaksi, lanjutnya, terjadi umumnya di lingkungan geologi tertentu saja, seperti dataran pantai, dataran alluvium (tanah liat, biasanya di tebing sungai yang sering tergenang banjir), dan tanah reklamasi.
“Semakin tua umur sedimen, maka semakin rendah terjadinya likuifaksi, artinya kemungkinan terjadinya likuifaksi kecil, dan Sulawesi Barat termasuk dalam sedimen tua,” kata Ungkap.
Sementara gempa 6,2 magnitudo di Sulbar dikategorikan sebagai gempa bumi berukuran sedang, hal itu membuat terjadinya likuifaksi di wilayah terdampak gempa (Mamuju-Majene) kecil kemungkinannya.
“Likuifaksi dapat terjadi apabila suatu massa endapan pasir lepas atau terurai yang disebabkan oleh guncangan gempa yang kuat dan lama. Hal itu disebabkan beberapa faktor, salah satunya bekas sungai purba seperti di Palu dan di Sulawesi Barat itu belum ditemukan,” ujar Ungkap.
Dengan memerhatikan lokasi episenter gempa bumi dan kedalaman hiposenternya, gempa pembuka dan gempa utama yang terjadi merupakan gempa kerak dangkal yang selanjutnya akan diikuti gempa susulan berukuran lebih kecil.
“Hal ini membuat aktivitas sesar aktif naik, hal ini biasanya memicu terjadinya likuifaksi. Untuk itu, masyarakat perlu memperdalam pengetahuan mengenai itu,” sebut Ungkap.
Sementara menurut Kepala Kanwil BPN Sulbar Herjon Panggabean, sosialisasi dilakukan sebagai upaya memberikan edukasi bagi masyarakat, termasuk untuk memberikan pemahaman kepada seluruh pegawai di lingkup BPN Sulbar.
“Kita perlu memberi pemahaman kepada masyarakat agar mengerti dan dapat mengenali lingkungannya. Selain itu diharapkan juga seluruh SDM BPN Sulbar bisa tercerahkan agar dapat bekerja dengan nyaman untuk memberi layanan terbaik pada masyarakat,” pungkas pria kelahiran Banda Aceh itu.
Reporter: Sugiarto
Editor: Ilma Amelia