Laporan : Ahmad Hirman
Upaya untuk meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu kerja keras seluruh aparat dilingkup Pemerintah Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat. Tidak hanya dijajaran pejabat eselon dua, para pegawai pada lapisan paling bawah juga perlu memiliki keseriusan untuk bisa capai WTP.
Pengabdian untuk membangun Majene lebih baik, perlu ditanamkan pada masing-masing aparatur. Berbagai indikator penilaian dan pertimbangan BPK hingga Pemkab Majene masih duduk dalam kelas berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Empat tahun, Pemkab Majene menerima predikat itu, namun masih juga sulit untuk keluar dari belenggu keterpurukan termasuk defisit anggaran yang melanda sistim keuangan.
Defisit hingga puluhan miliar yang pernah dialami sistim keuangan Pemkab Majene, nyaris membuat daerah ini gulung tikar. Betapa tidak,
model pengelolaan keuangan yang masih terkesan amburadul hingga harus mencari dana talangan menutupi utang pada pihak ketiga.
Model keuangan "Gali Lubang Tutup Lubang" dalam sistim keuangan Pemkab Majene mengarah pada pola lebih besar pasak daripada tiang.Ternyata, sistim keuangan yang carut marut itu juga dipicu oleh sistim pendataan aset daerah yang dinilai kacau balau.
Anggaran yang dikelola Pemkab Majene untuk pembangunan di segala sektor, terpaksa harus dialokasikan untuk melunasi sejumlah aset
daerah yang status kepemilikannya belum jelas.
Termasuk sejumlah gedung sekolah yang berstatus Inpres di daerah ini, harus ditebus kepada pemilik lahan. Kendati status dalam pendirian bangunan sekolah sudah dilengkapi dengan akte hibah namun dasar hukum itu masih juga bisa dibantah.
Lemahnya sistim pemerintahan menjadi bumerang bagi pemimpin di daerah ini sehingga cara yang ditempuh adalah membayar ganti rugi kepala ahli waris.
Itulah fenomena yang dihadapi Pemkab Majene, sejumlah aset daerah yang dimiliki belum ditopang bukti kuat berdasarkan aturan hukum
berkekuatan tetap.
Akhirnya, anggaran untuk proyek pembangunan dibagi hingga nilai terkecil guna memenuhi target pertumbuhan pembangunan.
Sekretaris Daerah Kabupaten Majene, H Syamsiar Muchtar Machmud terus melakukan perampingan anggaran. Sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Majene, masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diberi amanah memikul tanggung jawab menggali potensi pendapatan asli daerah.
Langkah ini dinilai ampuh untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam hal pembiayaan pembangunan. Aset daerah yang masih belum jelas kepemilikannya juga terus di up to date, meski ada diantara aset daerah Majene masih merupakan peralihan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Hal itu, kata mantan Kepala Bappeda Majene ini, akan ditelusuri asal usul aset tersebut. Salah satu bukti bahwa Pemkab Majene ingin berbuat banyak namun kandas akibat status keuangan yang defisit, yakni rencana membangun Gedung Kesenian Mandar yang nilainya sebesar Rp 1,4 miliar.
Kawasan kuliner di tengah kota majene juga terpaksa urung dilaksanakan akibat defisit anggaran yang dialami keuangan Pemkab Majene.
Namun demikian, upaya untuk mendorong keluar dari belenggu defisit anggaran tidak menyentuh pada aspek pembatasan anggaran perjalanan dinas pejabat. Untuk program yang satu itu, Pemkab Majene belum serius melakukan pengurangan perjalanan dinas.
Padahal dengan melakukan pembatasan perjalanan dinas pejabat, mungkin upaya untuk membangun gedung kesenian mandar bisa terwujud tanpa harus tertunda.
Kawasan kuliner yang bisa dijadikan lumbung PAD juga akan bisa terwujud tahun ini, meski anggarannya sebesar Rp 1 miliar. Kesan Pemkab Majene tidak serius untuk capai WTP tahun 2015, perlu dipertanyakan. Pola pelayanan yang belum profesional di lingkup SKPD menjadi pertimbangan tersendiri.
Keperihatinan itu saat para kontraktor atau pihak ketiga yang ingin melakukan pencairan dana proyek prosesnya cukup panjang hingga sepekan.
Hal itu ditengarai akibat tidak adanya Satuan Operasional Pelaksanaan Program sistim pencairan. Padahal ditingkat kelurahan pola itu sudah diterapkan saat pengurusan pengambilan KTP atau Kartu Keluarga. Berbagai dokumen yang harus disiapkan untuk kelancaran terbitnya KTP atau KK. Namun pola itu tidak berlaku untuk proses pencairan dana proyek di Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Majene.
"Itu juga belum bisa terwujud dan akan segera dibenahi sehingga pelayanan untuk percepatan pencairan anggaran proyek pihak ketiga
sesuai prosedur yang terpasang,"kata Sekda Majene ini.
Inilah yang perlu menjadi penekanan sebagai ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bahwa adanya tudingan pihak legislatif lamban dalam proses pembahasan APBD hingga Majene terancam tidak menerima dana dari pusat melalui APBN 2013.
Menurut Sekda, Syamsiar, hal itu dipicu adanya cara pandang yang berbeda antara legislatif dan eksekutif.
"Disatu sisi dewan menggunakan analisa politik sedangkan eksekutif menerapkan pola akuntabilitas,"tuturnya.
Dan itu, kata Sekda Syamsiar,perlu dipahami karena mereka bekerja berdasarkan tuntutan rakyat yang diwakili. Sementara pada penerapannya, harapan anggota dewan ini harus diselaraskan dengan sistim pengelolaan dan penggunaan anggaran yang serba terukur.(*)