Demo. Sarekat Mahasiswa Menggugat menggelar aksi demo di Kantor DPRD Majene yang menuntut Perda nomor 19 tahun 2015 ditegakkan, Senin 20 November 2017.
Majene, mandarnews.com – Akhir-akhir ini, sejumlah kalangan terus mengkritisi keberadaan toko swalayan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar). Utamanya dalam hal jam operasional toko swalayan.
Apalagi, dua perusahaan toko swalayan berskala nasional di Majene, Indomaret dan Alfamidi beroperasi selama 24 jam. Hal itu dinilai para mahasiswa yang menggelar aksi protes akan mematikan pedagang lokal yang punya modal kecil.
Aksi protes itu bukannya tanpa dasar. Sebab, dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Majene nomor 19 tahun 2015 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern di Kabupaten Majene.
Hal itu berada pada Bab X waktu pelayanan pada pasal 33 ayat 1 dan 2. Disitu disebutkan, Senin sampai Jumat waktu buka mulai pukul 10.00 wita sampai pukul 22.00 wita. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu, buka mulai pukul 10.00 wita sampai pukul 23.00 wita.
- Baca juga : Sarekat Mahasiswa Menggugat Demo DPRD Majene
- Baca juga : Demo di Depan Kantor DPRD Majene Ricuh, Ini Videonya
- Baca juga : Didemo Mahasiswa, Ini Kata Ketua Komisi I DPRD
- Baca kumpuan berita tentang : Indomaret dan Alfamidi di Majene
Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Majene, Busri mengatakan, sebelumnya telah dilakukan pertemuan antara Pemda dan DPRD Majene. Pada pertemuan itu disepakati akan melakukan identifikasi jumlah toko swalayan di Majene.
“Jadi hasil kesimpulan rapat bahwa itu toko swalayan yang dianggap tidak mematuhi Perda ada 12 yang kami catat dan direkomendasikan Dinas Koperasi (Usaha Kecil Perdagangan dan Perindustrian) kepada kita,” kata Busri, Selasa 21 November 2017.
Belasan toko swalayan tersebut termasuk dua toko dari Indomaret dan Alfamidi, sepuluh lainnya adalah toko swalayan milik pengusaha lokal. Hal itu membuat pihak DPMPTSP dilema untuk menegakkan jam operasional yang diatur dalam Perda.
Pasalnya, para pengusaha lokal juga kena imbas. Padahal, kata Busri, seharusnya Pemda menumbuhkan pengusaha di Majene, bukan malah mematikan.
“Gampang kita menerapkan tapi kita kan mau memnumbuhkan pegusaha, tidak mematikan,” jelasnya.
Saat ini, DPMPTSP menunggu surat rekomendasi dari Dinas Koperasi Usaha Kecil Perdagangan dan Perindustrian terkait surat pernyataan dari pengusaha toko swalayan selain Alfamidi dan Indomaret. Pasalnya, pengusaha lokal itu tidak setuju jika aturan itu diterapkan.
Busri juga menyebutkan, revisi Perda nomor 19 tahun 2015 yang mengatur jam operasional telah masuk Prolegda 2018. Sementara larangan pembangunan toko swalayan hingga 2025 juga sementara digodok untuk dilakukan revisi.
“Mungkin dilihatlah nanti bagaimana konstalasi masyarakat, kalau diperlukan akan dilakukan revisi. Perda kan untuk masyarakat,” ungkap Busri.
Sementara itu, pihak Pemda dan DPRD Majene rencananya akan melakukan pertemuan lanjutan. Pertemuan ini akan membahas aksi protes mahasiswa tentang jam operasional toko swalayan di Majene. (Irwan Fals)