Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko
Jakarta – Perekonomian Indonesia mampu bertahan saat dunia terancam resesi. Ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh, meski pertumbuhannya melambat. Hal ini ditegaskan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Moeldoko menyampaikan ini untuk menepis anggapan berbagai pihak bahwa Indonesia akan mengalami resesi pada 2023.
“Masyarakat tidak perlu khawatir. Ekonomi tetap tumbuh meski trennya slowdown. Jadi yang punya banyak uang silakan belanjakan uangnya, karena itu akan menjaga perekonomian kita terus bergerak,” tegas Moeldoko, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (4/11).
Moeldoko mengatakan, peringatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang ancaman resesi global bukan untuk menakut-nakuti. Namun lebih pada seruan agar Indonesia waspada terhadap kondisi pasar global. Di mana telah terjadi perlambatan ekonomi di negara maju, serta ancaman krisis energi, pangan, dan krisis keuanga global akibat naiknya tensi geopolitik.
Kondisi tersebut, sambung dia, sudah berdampak ke Indonesia. Perlambatan pertumbuhan negara-negara maju menyebabkan permintaan terhadap barang ekspor berkurang. Akibatnya nilai ekspor dan impor Indonesia turun, dan pada gilirannya nilai surplus perdagangan bisa mengalami penurunan.
“Dampaknya terhadap perekonomian kita tentu saja ada, tapi tidak terlalu besar. Karena sejauh ini komponen utama PDB kita adalah konsumsi rumah tangga (dalam negeri). Kita harus tetap optimistis dan terus waspada,” kata Moeldoko.
Menurut pria kelahiran Kediri itu, secara makro pemerintah dan otoritas moneter telah melakukan antisipasi melalui kebijakan, baik fiskal maupun moneter. Yakni, Bank Indonesia menjalankan tugasnya untuk meredam kenaikan inflasi melalui berbagai instrumen. Sementara pemerintah pusat maupun daerah, imbuh dia, bekerja keras mengendalikan harga-harga dengan memperkuat skema bantuan sosial agar dapat menjadi bantalan bagi masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah.
Panglima TNI 2013-2015 ini juga mengungkapkan, pada 2023, APBN akan berperan sebagai peredam kejut (shock absorber), dan digunakan seefektif mungkin untuk pengendalian inflasi, menjaga daya beli, dan menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia.
“Mulai 2023 kita akan kembali ke defisit anggaran maksimal tiga persen terhadap PDB, seperti sebelum pandemi COVID19,”jelas Moeldoko.
Sebagai informasi, ekonomi Indonesia tumbuh 5,4 persen di Kuartal II, dan diproyeksikan berada di atas 5,5 persen pada Kuartal III. Indikator dari sisi konsumsi seperti indeks penjualan ritel dan indeks keyakinan konsumen, maupun dari sisi produksi seperti PMI Manufaktur, juga masih memberikan sinyal positif.
Dari sisi eksternal, neraca dagang surplus 29 bulan berturut-turut. Per akhir September 2022, Neraca Pembayaran surplus sebesar USD39,9 miliar. Sementara untuk Cadangan devisa berada di level USD130,8 miliar, dan dapat membiayai 5,7 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri
pemerintah.
Adapun terkait dengan Inflasi, per Oktober turun di level 5,7 persen (year on year) dari sebelumnya 5,9 persen (year on year). Secara bulanan justru terjadi deflasi 0,11 persen, yang utamanya bersumber dari deflasi di sektor makanan dan minuman sebesar 0,97 persen. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada penyesuaian harga BBM bersubsidi, namun harga-harga kebutuhan pokok masyarakat masih terkendali. (Rizaldy/KSP)