Forkomnas saat rapat di Jakarta
Balanipa, mandarnews.com – Forum Komunikasi Percepatan Pemekaran Nasional (Forkomnas) memberi tenggat waktu hingga 21 Februari 2019 kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk mencabut Moratorium Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB).
Jika sampai waktu yang ditentukan moratorium tersebut belum dicabut, Forkomnas akan mengeluarkan pernyataan sikap, entah dalam bentuk aksi besar-besaran atau pernyataan dukungan kepada lawan politik Jokowi di Pemilihan Presiden.
Hal tersebut merupakan salah satu hasil rapat 173 calon DOB yang tergabung dalam Forkomnas yang dilaksanakan di Gedung Juang 45 Jakarta pekan lalu.
Perwakilan dari Komite Aksi Perjuangan Pembentukan (KAPP) Kabupaten Balanipa Lukmanul Hakim yang mengikuti rapat tersebut mengatakan, tujuan digelarnya rapat adalah untuk membahas sikap pemerintah yang belum meneken Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Desartada (Desain Besar Penataan Daerah) dan Detada (Desain Penataan Daerah).
“Desartada dan Detada merupakan rujukan dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi teknis untuk pemekaran daerah,” ujar Lukmanul Hakim, Kamis (31/1/2019).
Ia menambahkan, sudah sejak Bulan September 2018 kemarin Forkomnasa menyurat ke istana namun sampai saat ini belum dijawab.
“Hasil rapat kemarin adalah kita meminta audiensi tentang belum ditandatanganinya RPP. Selain itu, kita juga berencana melayangkan gugatan ke MA tentang pelanggaran Presiden terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014,” urai Lukmanul Hakim.
Pelanggaran yang dimaksud terhadap Pasal 410 yang menyatakan paling lambat dua tahun setelah UU Nomor 23 Tahun 2014 disahkan, semua PP yang menyangkut UU ini juga disahkan. Namun, sampai sekarang RPP Desartada dan Detada belum disahkan.
“Kita masih akan bentuk tim advokasi di Forkomnas untuk menangani hal ini,” kata Lukmanul Hakim lagi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo menyebutkan penolakannya terhadap pemekaran 314 wilayah baru.
“Hal tersebut dirasa berat oleh besarnya biaya pemekaran yang memerlukan Rp 300 M untuk memekarkan satu kabupaten/kota. Ini tidak sebanding dengan upaya pembangunan infrastruktur dan ekonomi sosial daerah,” jelas Tjahyo Kumolo.
Menanggapi hal tersebut, Lukmanul Hakim menyebut pernyataan Mendagri tersebut sangat menjebak, seolah-olah mencuci otak masyarakat yang tinggal di calon DOB.
“Estimasi pemekaran daerah setiap provinsi itu sejak 2018-2025, untuk tahun 2018-2019 itu khusus Sulbar, prioritas Kabupaten Balanipa dan Kota Mamuju,” ungkap Lukmanul Hakim.
Ia sangat menyayangkan pernyataan Mendagri tersebut karena pemekaran ini betul-betul ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk segelintir orang.
Berita Terkait : https://mandarnews.com/2018/12/28/kapp-kabupaten-balanipa-tuntut-pencabutan-moratorium-pemekaran-dob/
Anggota KAPP Kabupaten Balanipa lainnya yang bernama Aisyah Kadir menjabarkan, Mendagri mestinya tidak menolak untuk memekarkan daerah.
“Mestinya Mendagri tetap memberi ruang kepada daerah yang mau mekar tapi berdasarkan hasil kajian potensi dan studi kelayakan serta mengeluarkan list nama daerah yang menjadi prioritas untuk dimekarkan,” ujar Aisyah Kadir.
Apalagi, lanjutnya, bagi daerah yang sudah lama menjadi daftar tunggu di Kemendagri termasuk Balanipa yang merupakan calon DOB dengan dokumen terlengkap sesuai dengan muatan regulasi yang terkait.
Reporter : Ilma Amelia