![](https://i1.wp.com/mandarnews.com/wp-content/uploads/2020/02/1582265194.jpg?fit=1024%2C587&ssl=1)
Jajaran pejabat tinggi KLHK. Sumber foto: menlhk.go.id
Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjawab kekhawatiran banyak pihak terkait draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KLHK, Bambang Hendroyono menyampaikan, RUU Omnibus Law bidang lingkungan hidup dan kehutanan merupakan penyederhanaan regulasi sebagai bentuk kehadiran negara mewujudkan kesejahteraan rakyat.
“Sekaligus memberikan kepastian penegakan hukum lingkungan berjalan pada koridor yang tepat,” ujar Bambang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/2/2020).
Bambang menjelaskan, dunia usaha bukan berarti swasta yang besar-besar. Rakyat yang menerima hutan sosial juga bagian dari itu. Penegakan hukum lingkungan juga jelas dan terang, tidak dihapus.
“Jadi, tidak benar jika dikatakan RUU ini mengabaikan prinsip lingkungan dan pro pebisnis besar saja. Justru sebaliknya, RUU ini juga sangat berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil,” kata Bambang.
Melalui RUU ini, lanjutnya, ada penyederhanaan regulasi guna melindungi semua elemen masyarakat, termasuk dunia usaha yang didalamnya juga ada Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM).
“Melalui RUU Omnibus Law, regulasi untuk kepentingan rakyat tidak boleh ribet tapi juga tidak boleh seenaknya, tetap ada aturan hukum yang mengikat,” sebut Bambang.
Menurutnya, ruh utama RUU ini adalah kehadiran negara untuk kepentingan segenap rakyat Indonesia.
“Ada 25.000 desa di seluruh Indonesia yang jutaan masyarakatnya bergantung hidup dari usaha di sekitar dan dalam kawasan hutan,” ucap Bambang.
Ia menerangkan, jutaan rakyat ini harus diberi kepastian hukum dan berusaha, sehingga ekonomi kreatif bisa bergerak menyejahterakan rakyat, dan hutan tetap lestari karena ada kendali kepastian penegakan hukum lingkungan hidup.
“Melalui Omnibus Law, program Perhutanan Sosial dan TORA akan berlari lebih kencang. UMKM dari kegiatan sekitar hutan akan hidup tanpa mengabaikan prinsip perlindungan hutannya karena sanksi hukum bagi perusak lingkungan tetap ada. Jadi, jangan dikira cukong-cukong dan perusak lingkungan bisa bebas, itu tidak benar. Justru langkah koreksi yang sudah dilakukan untuk rakyat pada periode pertama lalu, kali ini semakin diperkuat oleh RUU Omnibus Law,” tutur Bambang.
Banyak kasus hukum selama ini, Bambang mencontohkan, menjerat masyarakat kecil sekitar hutan, padahal mereka hanya mencari nafkah tanpa merusak hutan.
“Selain itu, banyak usaha masyarakat di sekitar dan dalam hutan tidak dapat dijalankan karena masyarakat dihantui kekhawatiran tidak adanya kepastian hukum dan berusaha,” tukas Bambang.