
Pj Gubernur Sulbar Bahtiar Baharuddin (sarung biru) dan Pj Bupati Polewali Mandar H. Muhammad Hamzih (sarung merah) dalam penanganan MoU antara desa dengan RSUD Wonomulyo.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonomulyo menggandeng pemerintah desa untuk menangani stunting.
Kerja sama tersebut diresmikan lewat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara RSUD Wonomulyo dengan pemerintah delapan desa di Kecamatan Wonomulyo, yaitu Desa Bakka-Bakka, Sidorejo, Tumpiling, Galeso, Banua Baru, Sugihwaras, Sumberjo, Campurjo, pada Kamis (30/1/2025).
Penandatanganan MoU itu disaksikan langsung oleh Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Barat Bahtiar Baharuddin, Pj Bupati Polewali Mandar H. Muhammad Hamzih, dan Pj Sekretaris Daerah Polewali Mandar Hamdani Hamid.
Direktur RSUD Wonomulyo, dr. Arfah Rahman, mengemukakan bahwa RS yang dipimpinnya ditetapkan sebagai RS rujukan stunting.
“Kami menerima rujukan dari wilayah Puskesmas Wono untuk saat ini,” tukas dr. Arfah.
Jika ada bayi balita stunting yang dirujuk berasal dari delapan desa yang telah bekerjasama, maka RSUD akan memberikan penanganan dan biayanya akan diurusi oleh desa lewat pengalokasian khusus Dana Desa.
“Tidak semua bayi balita stunting dapat dirujuk. Dipertemukan dulu dengan dokter Puskesmas untuk kemudian dipilah mana yang harus ditangani langsung oleh dokter spesialis anak RSUD Wonomulyo,” ungkap dr. Arfah.
Saat ini, RSUD Wonomulyo sedang mengintervensi tiga bayi balita stunting dan menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin, turut mengapresiasi inovasi yang dianggapnya bagus ini.
“Selama ini mungkin orang tua asuh, rumah sakit, dan Puskesmas bekerja sendiri. Sekarang sudah diintegrasikan,” ujar Bahtiar.
Menurut Bahtiar, stunting di Sulbar itu kontradiktif. Sebab, tersedia banyak ikan, daging, ayam, dan sayuran, tapi angka stunting masih tinggi.
“Kalau kita melihat prakteknya, saya duga ini soal pola makan. Mungkin orang tua kita tidak biasa menyuapi anaknya. Setelah diberikan makanan bergizi, lalu ditinggalkan, anaknya disuruh makan sendiri,” imbuh Bahtiar.
Hal-hal seperti inilah, tambahnya, mengenai cara mengasuh yang harus diedukasi kepada masyarakat. Bukan hanya memenuhi kecukupan gizinya, tapi bagaimana caranya agar makanan itu dimakan oleh anak yang bersangkutan.
Bahtiar juga berpendapat jika program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo harusnya difokuskan untuk menurunkan stunting, karena ini masalah yang belum selesai.
“Pondasi dari SDM adalah 1000 hari pertama. Hari ini, stunting belum selesai, kita berpindah lagi pada masalah yang lain. Harusnya, uang MBG ini, selain untuk anak sekolah yang sebagian telanjur tidak bergizi makanannya, difokuskan juga untuk stunting, balita 1000 hari pertama, dan balita yang gizi buruk,” kata Bahtiar.
Walaupun mendukung MBG, Bahtiar tetap meminta agar sasarannya disinergikan supaya masalah pokoknya teratasi. (ilm)