Kapolres Majene, AKBP Sonny Mahar BA membantah tudingan beredar di masyarakat bahwa anggotanya mabuk saat awal kejadian, Sabtu (23/1/2016). Pernyataan AKBP Sonny, berdasarkan keterangan saksi yang merupakan pelayan cafe Harvest yang menyatakan tidak ada yang mabuk saat kejadian. Baik dari Bripda Afrisal maupun dari kelompok pemuda. Kapolres juga mengatakan bahwa cafe tersebut tidak menjual minuman keras.
"Bisa jadi minum di luar tapi bisa dicek darah dan itu nanti saya minta pertanggung jawaban siapa yang benar dan salah dan saya siap. Alkohol mudah dicek. Kalau ditantang untuk membuktikan, kami siap untuk cek darah anggota kami," kata AKBP Sonny.
Sonny menceritakan, kejadian ini diawali masalah sepele. Terjadi kesalahpahaman antara Bripda Afrisal dan kelompok pemuda di Cafe Harvest.
"Kalau bayangannya anggota saya teler terus digebukin, tidak seperti itu, itu masalah pesan lagu. setelah anggota kembali dan ketemu dengan ZK dan didamaikan, selesai masalah semuanya malam itu juga," katanya.
Kapolres melanjutkan, puncak kejadian ini terjadi pada Senin (25/1/2016) sekitar pukul 22.30 wita. Saat itu, Bripda Afrisal sedang duduk di depan salah satu mesjid sekitar. Kemudian seseorang datang dan menyampaikan bahwa Polisi itu dipanggil oleh ZK untuk menyelesaikan masalah.
Menurut Sonny, anggotanya heran kenapa dipanggil ZK untuk menyelesaikan masalah padahal masalah sebelumnya sudah diselesaikan malam itu juga. Sebelum ke ZK, Bripda Afrisal sempat menelpon tiga lettingnya sesama anggota (polisi) yang berada di Polsek. Bripda Afrisal itu pun berangkat menemui ZK untuk memenuhi panggilannya.
"Sampai di sana, dia (Bripda Afrisal) belum sempat turun dari motor kemudian langsung dikeroyok di depan SD dan ada yang bawa balok. Kemudian anggota saya lari ke rumah kepala lingkungan untuk menyelamatkan diri dan duduk di teras. Dari situ kemudian ditarik ke dalam ruang tamu dan langsung dipukulin lagi. Termasuk kepala lingkungan yang datang dan langsung tempeleng anggota saya," katanya.
Tak sampai disitu, Bripda Afrisal kemudian dimasukkan kedalam salah satu kamar oleh Rusman dan dikunci. Dalam kamar tersebut ada 4 orang, diantaranya ZK dan temannya.
"Dalam rumah kemudian dimasukkan dalam kamar kemudian dikunci. Dalam kamar ada 4 orang, ZK dan kawan-kawan kemudian digebukin. Saat itu anggota datang satu lettingnya, disana datang untuk menanyakan baru dikeluarkan dari kamar. Kemudian minta (M.Yadul) damai," jelas Sonny.
Setelah dikeluarkan dari kamar, M. Yadul tidak mengizinkan Bripda Afrisal untuk pulang sebelum menandatangani surat pernyataan damai. Saat itu, Kasat Reskrim, AKP Jubaidi dan Kapolsek Sendana, AKP Alwi Sahri sudah berada ditempat tersebut untuk melakukan negosiasi. Kasat Reskrim dan Kapolsek Sendana yang berangkat ke TKP karena pada saat itu kapolsek Malunda sementara cuti.
"Surat pernyataan damai ditandatangani. Pemikiran mereka kalau sudah ada surat pernyataan damai sudah bisa menyelesaikan masalah padahal proses hukum pidana harus tetap berjalan," tegas Sonny.
Sonny menambahkan, sebelumnya M.yadul juga pernah melakukan cara yang sama dengan membuat surat pernyataan damai saat memukul istri Camat Malunda saat itu. "Itu juga pernah dilakukan saat memukul istri pak camat. Saat itu Yadul tempeleng istri camat dengan menggunakan sendal tapi ada surat perdamaian dan selesai kasus. Mungkin camat tidak mengerti hukum jadi kasus itu tidak dilaporkan," katanya.
Sonny juga mengaku sakit hati atas perlakuan Yadul terhadap anggotanya. Pasalnya, saat Kapolsek Sendana menanyakan terkait pengeroyokan Bripda Afrisal, M.Yadul menjawab, Bripda Afrisal beruntung tidak dijadikan santapan buaya miliknya.
"Ada kata-kata yang menyakitkan saya. Saat ditanya Kapolsek Sendana, kenapa anggota saya dipukulin? M. Yadul menjawab, masih mendingan pak tidak saya karungi terus dikasi makan buaya. Itu yang membuat saya kesal," kesal Sonny.
Penangkapan terduga pelaku penganiayaan melibatkan banyak personil. Pengerahan personil ini terkesan berlebihan. Terkait cara penangkapan seperti ini, Kapolres memberikan alasan bahwa sebelumnya, pihaknya memberikan kesempatan terhadap terduga pelaku untuk menyerahkan diri dalam waktu tiga kali 24 jam. Tapi terduga penganiayaan polisi ini tidak mengindahkan bahkan informasi dari Intel melaporkan bahwa 3 terduga pelaku telah melarikan diri.
"Saya pimpin langsung penangkapan dan mengerahkan 50 personil untuk menangkap M. Yadul dan Rusman. Kami hanya tidak mau ambil risiko karena tidak mau berbenturan dengan masyarakat, masyarakat masih mudah terprovoskasi, isu tentang anggota mabuk itu masih beredar makanya kami luruskan. Apa lagi komunitas mereka terkenal kompak," katanya.
Hingga saat ini, Polres Majene telah memeriksa 11 saksi terkait kasus ini. Dua terduga pelaku sudah ditangkap dan tiga lainnya masih buron. "Pokoknya hukum harus ditegakkan, kalau masyarakat salah akan ditindak begitu pun dengan anggota saya apabila terbukti salah. Apapun alasannya perbuatan itu tetap salah, pengeroyokan dan pengekangan kebebasan orang pasal 333 KUHP," tegas Sonny. (Irwan)