
Kantor Kejaksaan Negeri Majene.
Majene, mandarnews.com – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Majene, Dr. Beny Siswanto, S.H., M.H, diduga terlibat dalam praktik kotor manipulasi kasus dalam penanganan sebuah kasus yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Majene.
Dugaan ini semakin menguat setelah keluarga korban Abdul Wahab, mengetahui bahwa tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak objektif dan syarat akan ketimpangan penegakan hukum selayaknya mafia hukum bermain peran di dalamnya.
Saat diwawancarai di Majene, (7/3/2025), Abdul Wahab yang merupakan saudara korban menerangkan bahwa dugaan permainan tercela ini sudah menggejala lain sejak proses masih berada di Polres Majene.
Ia bahkan mengklaim bahwa penyidik Polres Majene dan jaksa diduga mengatur hingga kasus bisa berubah. Dari awal proses laporan hingga proses penyidikan hanya mengacu pada kasus pengeroyokan, namun ketika dilimpahkan ke Kejari Majene justru berubah menjadi kasus lain yakni penganiayaan.
Menurut pengakuannya, dalam pertemuan dengan jaksa beberapa waktu lalu, diketahui JPU belum pernah menonton bukti rekaman video cctv dengan dalih sudah tersegel, sebelum bahkan setelah pelimpahan berkas perkara ke pengadilan, olehnya itu ia menduga bahwa JPU prematur saat membuat tuntutannya.
“Kami dan keluarga sudah mengawal kasus ini dari awal, adapun tuntutan dari jaksa kami nilai sangat tidak objektif. Perubahan dari kasus pengeroyokan kemudian berubah menjadi kasus penganiayaan, kami duga syarat kepentingan, terlebih informasi yang kami peroleh menunjukan bahwa jaksa dalam merumuskan tuntutannya terkesan prematur,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Kepala Kejari (Kajari) Majene, Bapak Beny Siswanto, dan bawahannya menunjukkan gelagat yang aneh ketika kami bertandang ke Kejari Majene.
“Kajari, Kasi Intel hingga JPU ketika kami coba temui di Kejari Majene dengan maksud untuk mengetahui perkembangan kasus adik kami, namun mereka terkesan tidak peduli, menghindar bahkan sembunyi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia berharap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat (Sulbar) turun tangan untuk meninjau ulang kasus ini dan memastikan tidak terjadi potensi penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan kasus di Kejari Majene kedepan.
“Kami ini memang dari keluarga yang tidak terlalu paham persoalan hukum, makanya kami mencoba percayakan kepada kejaksaan, akan tetapi dalam prosesnya kami menduga ada oknum jaksa yang bermain. Sebab itu, kami berharap Kejati Sulbar mengevaluasi Kejari Majene agar bisa lebih bijak dalam menyikapi kasus ini dan menegakkan keadilan secara objektif,” terangnya.
Terakhir, ia mengajak Beny, Kajari Majene duduk bersama dalam ruang diskusi publik dengan menghadirkan beberapa narasumber lain untuk membedah kasus tersebut secara mendalam dan terbuka, sebagai media pendidikan hukum bagi masyarakat umum.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Majene, Bapak AKBP Muhammad Amiruddin, S.I.K, dan Ketua Pengadilan Negeri Majene, Bapak Roisul Ulum, S.H., M.H, turut akan diajak menjadi narasumber dalam Forum Ilmiah tersebut nantinya.
Untuk menunjang jalannya dinamika forum, selain bersifat umum, kami juga akan hadirkan semua organisasi kepemudaan (OKP), Cipayung Plus, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus dan akademisi maupun praktisi hukum sebagai peserta dalam forum.
“Dengan ini, saya sampaikan bahwa kami mengajak Kepala Kejari Majene untuk duduk bersama dalam forum ilmiah berupa dialog terbuka untuk umum, cukup hadir saja dan persiapkan bahan terkait materi kasus, untuk narasumber lain dan tehnis kegiatan biar kami yang siapkan,” pungkasnya.
Dugaan oknum jaksa yang bermain mengarah pada Evana Zulvatul Lailya, Justica Heru Violagita dan A.M Siryan sebagai JPU dalam kasus tersebut dibawah komando Kepala Kejari Majene.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kejaksaan Negeri Majene terkait dugaan sebagai Mafia Hukum yang ditujukan kepada marwah institusinya. (Ptr/rls)