Penulis : Adam Jauri Akip
Umur : 23 Tahun
Mahasiswa Unika Mamuju
Wakil ketua Agitasi dan propaganda DPC GMNI MAMUJU
Potret keterbelakangan pendidikan dan kemiskinan memenuhi sudut-sudut Kabupaten Mamuju. Mulai dari tingkat tenaga pendidik hingga pada Infrastruktur yang belum merata, masih menjadi sekian dari banyaknya permasalahan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat.
Sayangnya keberpihakan dari pemangku kebijakan (Pemerintah Kabupaten Mamuju) tak kunjung terlihat. Wilayah tersebut hanya menjadi obyek politisasi saat musim Pileg maupun Pilkada.
Sebagai salah satu contoh, lahirnya kebijakan Landskap Kota Mamuju dan Manakarra Tower, yang menelan biaya sebesar Rp 32 Milliar bersumber dari APBD Mamuju.
Manakarra Tower hanyalah bangunan yang kurang memberi impact baik kepada daerah karena bangunan tersebut hanyalah perias kota belaka dan tidak memberikan kemudahan dalam hal pembangunan manusia serta peningkatan ekonomi bagi masyarakat di Kabupaten Mamuju.
Manakarra Tower bukanlah bangunan yang sifatnya primer bagi peningkatan kesejahteraan Kabupaten Mamuju. Padahal masih banyak hal yang perlu untuk disentuh dalam bidang-bidang lain seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.
Tidak main-main, Pemkab menggelontorkan dana sebanyak Rp32 milyar untuk pembangunan Manakarra Tower. Tanpa adanya sosialisasi ataupun pemberitahuan sebelumnya kepada seluruh elemen masyarakat. Analisis dan dampak lingkungan atau AMDAL dari pembangunan landscape tersebut tidak diperlihatkan kepada Badan Eksekutif Mahasiswa Teknik Universitas Tomakaka saat melakukan aksi dikantor Dewan Perwakilan Daerah Mamuju.
Banyak terjadi ketimpangan pembangunan yang sifatnya urgen untuk dibangun maupun rekonstruksi. Contoh saja pembangunan jalan di daerah Kecamatan Bonehau dan Kecamatan Kalumpang yang sudah berpuluh-puluh tahun kurang diberikan perhatian dan sentuhan dari pemerintah. Padahal jika pendekatan secara ekonomi politik, pembangunan jalan di BOKA (Bonehau dan kalumpang) dapat memberikan benefit bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Mamuju. Masyarakat setempat sejak dulu sudah mengetuk pintu hati pemerintah agar supaya pemerintah daerah memberikan perhatiannya kepada anak kandungnya sendiri. Persoalan di kedua Kecamatan ini sangatlah kompleks, bukan hanya dalam hal infrastruktur, namun dalam aspek bidang-bidang lainnya seperti sarana dan prasarana pendidikan.
Kasus abrasi di dusun Paniki yang sudah lama melanda warga sekitar, puluhan rumah warga di dusun Paniki nyaris ambruk keseluruhan, ketika singgah disana dapat dilihat bangunan belakang (dapur) rumah warga ambruk akibat adanya abrasi, namun warga di sana hanya dapat sabar menunggu janji-janji pemerintah yang selama ini belum kunjung tuk terselesaikan.
Estimasi anggaran untuk pencegahan abrasi senilai Rp 2,5 milyar. Masih di kecamatan yang sama, jembatan penguhubung antar tiga dusun di desa Bonda, Kecamatan Papalang yang dimana kondisinya sangat memprihatinkan. Dua (2) jembatan di desa tersebut membuat warga merasa was-was untuk melewatinya, karena kondisi jembatan yang sudah peyot dan terasa akan ambruk (goyang) ketika dilalui, apalagi jika hujan datang. Dari keterangan warga estimasi dana untuk rekontruksi dua jembatan tersebut senilai Rp 2 milyar.
Sarana dan prasarana pendidikan di berbagai sekolah sekolah di wilayah Kabupaten Mamuju yang kondisinya juga sangat menyayat hati.
Padahal mereka semua anak kandung daerah dan juga penyokong pembangunan ibukota.
Pertanyaannya; apakah kebutuhan masyarakat di Kabupaten Mamuju?
Apakah Manakarra Tower menjadi jawaban atas kegelisahan mereka ?