Penulis : Zulkarnain Hasanuddin, SE., MM.
(Founder Garansi Institute)
Keterbukaan informasi sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik itu informasi yang sumbernya dari badan publik negara (legislatif, eksekutif, yudikatif, badan usaha milik daerah) maupun badan publik selain badan publik negara (non government organization, partai politik) sebagai prasyarat pelayanan publik yang baik, agar masyarakat dapat mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi serta terciptanya hubungan baik antara pemerintah/badan publik dan masyarakat.
Informasi publik merupakan informasi
yang wajib diumumkan dan disebarluaskan karena memperoleh informasi merupakan hak
setiap orang.
Kebutuhan informasi merupakahan sebuah keharusan saat ini, mengingat segala sesuatu harus dilakukan dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara yang sederhana karena sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan yang terlebih dahulu akan mencari informasi terkait hal yang akan diputuskan.
Hak untuk mendapatkan informasi oleh warga negara Indonesia diatur dan dijamin oleh konstitusi UUD 1945 Pasal 28F yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari informasi, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia” yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan ideologi Pancasila.
Untuk menguatkan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut, maka disusunlah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh informasi yang dikuasai oleh badan publik.
Melalui UU tersebut, masyarakat dapat
memantau setiap kebijakan, aktivitas, maupun anggaran badan-badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara maupun yang berkaitan dengan kepentingan publik lainnya.
Pemenuhan hak terhadap masyarakat untuk memperoleh informasi dari pemerintah berhubungan erat dengan kesiapan badan-badan publik untuk mengerahkan sumber daya yang dimilikinya untuk mewujudkan birokrasi efektif yang dapat melayani dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terkait dengan informasi.
Keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan tuntutan
masyarakat, terutama pada era reformasi sekarang.
Ada tiga alasan mengapa keterbukaan begitu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yakni pertama, kekuasaan pada dasarnya cenderung diselewengkan. Semakin besar kekuasaan semakin besar pula potensi penyelewengan kekuasaan.
Kedua, dasar penyelenggaraan pemerintahan demokratis adalah dari rakyat,oleh rakyat, dan untuk rakyat (vox populi vox dei). Jika hal ini berlangsung dengan baik, penyelenggaraan pemerintahan akan tetap berada pada jalur yang benar untuk kesejahteraan rakat.
Ketiga, keterbukaan memungkinkan adanya akses yang bebas bagi rakyat terhadap informasi. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan warga negara memiliki pemahaman yang baik sehingga memiliki kemauan untuk
berpartisipasi aktif dalam menciptakan pemerintahan yang konstruktif.
Dalam setiap tahapan dikeluarkannya suatu kebijakan baru, program kerja, pengelolaan anggaran, pencapaian dan lain sebagainya, pemerintah mempunyai kewajiban menyampaikan serta menginformasikan kepada masyarakat.
Penyampaian informasi tersebut dapat berpengaruh pada baiknya pandangan atau citra pemerintah di kalangan
masyarakat. Hal ini sekaligus untuk mengedukasi dalam bentuk literasi, agar publik memahami hak-haknya tentang informasi.
Literasi keterbukaan informasi menjadi hal krusial karena akan lebih mudah melakukan transformasi informasi tentang keterbukaan informasi publik apalagi penyampaian informasi mengadaptasi perangkat teknologi agar dijangkau lebih luas dan cepat.
Selain melalui jalur formal seperti PPID, penyampaian informasi saat ini juga bisa memanfaatkan sumber informasi digital seperti menggunakan platform media sosial sebagai alat komunikasi yang memiliki daya jangkau yang sangat luas seperti Facebook,Twitter/X, Instagram, Telegram, WhatsApp, terkecuali informasi-informasi yang sifatnya dikecualikan.
Sulawesi Barat (Sulbar) yang secara yuridis menjadi provinsi pada tahun 2004, tepatnya 5 Oktober sesuai amanat UU Nomor 26 Tahun 2004 setelah melalui perjuangan panjang oleh para pejuang (tokoh, aktivis dan masyarakat) mengambil perannya masing-masing dalam mewujudkan Sulbar menjadi wilayah adminstratif tersendiri, sebagai jalan cepat untuk mewujudkan masyarakat sejahtera dengan mengelola sendiri sumber dayanya sekaligus sebagai jawaban atas peran-peran yang kurang dapat diakses oleh warga Sulbar baik dalam dunia pemerintahan, politik, ekonomi, bisnis, dan sebagainya.
Perjuangan itulah sebagai letupan dari sebuah kegelisahan masyarakat Sulbar yang secara kualitas dan kapasitas setara, bahkan bisa lebih unggul dengan warga Sulawesi Selatan. Namun, karena akses politik, masyarakat Sulbar cenderung dinafikan saat itu.
Di tahun 2024 ini, Sulbar telah mamasuki umur 20 tahun 2 bulan, yang jika dianalogikan seperti manusia, tentunya bukan lagi umur yang belia tetapi telah
memasuki usia yang secara psikologis matang dan dewasa.
Namun, dalam perspektif penyelenggaraan pemerintahan, Sulbar masih cenderung baru setelah
terpisah dari provinsi induknya sehingga tentu akan berbeda dengan pemerintahan lain.
Tetapi, Sulbar dengan usia
tersebut tentunya jika dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baru empat kali melaksanakan perhelatan demokrasi untuk memilih gubernur dan wakil gubernur sangat dibutuhkan sebuah pemerintahan yang bersih, akuntabel, profesional, serta inklusif yang sesuai dengan simbol kebesaran, yakni Malaqbi.
Jika di-translate dalam Bahasa Indonesia, malaqbi adalah cakap, bewibawa, jujur, serta memiliki sifat keteladanan sehingga adagium malaqbi ini harus menjadi sebuah spirit dan role game dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan mengedepankan pemerintahan yang
tranparan, bersih, akuntabel, efisien, serta aksesible dengan jalan mengedepankan keterbukaan informasi sebagai prasyarat pemeritahan yang baik (good governance).
Sehingga, dengan spirit malaqbi ini menjadi guide bagi seluruh organisasi perangkat daerah serta seluruh badan publik yang ada dalam pemerintahan Sulbar, dengan salah satunya memastikan seluruh badan publik menjunjung keterbukaan informasi terhadap seluruh variabel dalam pengelolaannya, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban kepada masyarakat sebagai subjek/pengguna informasi sehingga terbangun kepercayaan (trust) dan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan semangat ke-malaqbi-an sekaligus semangat dari reformasi, menjadi gerbang pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.(*)