Ilustrasi narkoba. Sumber foto: kumparan.com
Bali, mandarnews.com – Selain Nunung, masih banyak fenomena pecandu narkoba lain yang selama ini masih belum memahami fasilitas program Wajib Lapor yang disediakan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009.
Intinya, dalam UU tersebut ada ancaman pidana terhadap orang tua pecandu jika tidak segera melaporkan kecanduan anaknya.
“Mengapa harus menunggu ditangkap dulu, baru ajukan permohonan rehabilitasi?” tanya Ketua Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI), Agustinus Nahak, SH, di Bali, Selasa (23/7/2019).
Pihaknya juga melihat, telah terjadi kegagalan dalam Program Wajib Lapor bagi pecandu narkoba.
“Mungkin karena diseminasi informasi yang disosialisasikan belum masif atau memang ada perasaan malu atau aib keluarga jika orang lain tahu bahwa anaknya memakai narkoba,” ujar Agustinus.
Pasca Nunung ditangkap polisi dengan barang bukti berupa satu klip sabu seberat 0,36 gram, diduga banyak pihak yang pasang badan seraya mengaku dapat mengurus upaya rehabilitasi.
“Dalihnya, mereka mohon permakluman dikarenakan tuntutan kerja shooting yang padat mengharuskan yang bersangkutan harus selalu bugar,” kata Agustinus.
Prinsipnya, lanjutnya, pihaknya tidak sepakat dengan semua alasan pemaaf tersebut dan mengingatkan kepada pihak lain agar tidak terus menerus melakukan upaya rehab kepada orang-orang yang berduit.
“Peran keluarga sangatlah penting dalam progran wajib lapor yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika dengan mendatangi pihak Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditunjuk,” sebut Agustinus.
Ia mengimbau para orangtua untuk secara aktif memantau anaknya masing-masing, karena jika anak kedapatan mengonsumsi narkoba, orangtua juga dapat dikenai pidana.
Ketentuan ini tertera dalam UU Nomor 35 Tahun 2009. Bahkan, seseorang yang dengan sengaja tak melaporkan keluarganya yang dicurigai mengonsumsi narkoba dapat dikenai pidana.
Editor: Ilma Amelia