Ia menerangkan, alokasi tersebut terdiri atas alokasi dalam bentuk kegiatan sebesar Rp. 2.606.865.201.482 (2,60 trilyun), alokasi hibah/Bansos sebesar Rp.1.385.014.543.054 (1,39 trilyun), dan alokasi pada BTT sebesar Rp. 3.991.023.278.691 (3,99 trilyun).
“Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta merupakan pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran penanganan dampak ekonomi paling tinggi se-Indonesia, dengan alokasi sebesar Rp. 1.530.000.000.000 (1,53 trilyun),” tukas Ardian.
Terdapat 368 daerah yang sudah menganggarkan untuk dampak ekonomi, tambahnya, sedangkan 174 daerah lainnya belum melaporkan.
“Kita akan pantau terus, jangan sampai daerah tidak menganggarkan karena dampak Covid-19 ini bukan hanya pada kesehatan, tapi juga sektor ekonomi dan sosial,” beber Ardian.
Ia mengungkapkan, provinsi yang belum melaporkan terkait anggaran untuk penanganan dampak ekonomi adalah Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan masih ada 133 kabupaten/kota lainnya yang juga belum menganggarkan.
“Sedangkan untuk penyediaan jaring pengaman sosial/social safety net, alokasi anggaran penyediaan jaring pengaman sosial berjumlah Rp. 23.559.999.391.512 (23,55 trilyun),” papar Ardian.
Ia mengemukakan, alokasi tersebut terdiri atas alokasi dalam bentuk kegiatan sebesar Rp. 2.034.937.861.523 (2,03 trilyun), alokasi hibah/Bansos sebesar Rp. 14.378.795.855.714 (14,37 trilyun), dan alokasi pada BTT sebesar Rp. 7.146.265.674.293 (7,14 trilyun).
“Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta merupakan pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran penyediaan jaring pengaman sosial paling tinggi se-Indonesia, dengan alokasi sebesar Rp. 6.573.926.654.399 (6,57 trilyun),” imbuh Ardian.