Menperin, Airlangga Hartarto. Sumber foto: kemenperin.go.id
Jakarta – Pemerintah optimistis terhadap implementasi kebijakan hilirisasi industri yang akan menjaga kekuatan perekonomian nasional agar tidak mudah terombang-ambing di tengah fluktuasi harga komoditas.
Oleh karenanya, industri pengolahan berperan penting dalam upaya meningkatkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) di Indonesia untuk dibuat sebagai barang setengah jadi hingga produk jadi.
“Dengan fokus hilirisasi industri, tentunya akan bisa melakukan lompatan kemajuan lagi bagi ekonomi kita. Maka itu, perlu dipacu pertumbuhan dan pengembangan industri pengolahan di dalam negeri,” ungkap Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Mengenai potensi sumber daya alam, lanjutnya, Indonesia punya keunggulan komparatif dibanding negara lain.
“Namun demikian, dengan modal inovasi, sumber daya manusia yang kompeten, dan penguasaan teknologi, Indonesia akan mampu menggenjot nilai tambah komoditasnya lebih tinggi lagi,” papar Menperin.
Ia menjelaskan, langkah strategis tersebut telah tertuang dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Melalui roadmap ini, kita merevitalisasi sektor manufaktur dan membangun ekonomi berbasis inovasi. Sebab, teknologi industri 4.0 dinilai dapat mendongkrak produktivitas dan kualitas industri secara lebih efisien. Sehingga sektor industri akan terus berkontribusi besar pada ekonomi,” ujar Menperin.
Hilirisasi industri telah berjalan di berbagai sektor, tambahnya, antara lain pertambangan dan perkebunan. Contohnya, di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel.
“Kalau nickel ore dijual sekitar USD40-60, sedangkan ketika menjadi stainless steel harganya di atas USD2000. Selain itu, kita sudah mampu ekspor dari Morowali senilai USD4 miliar, baik itu hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China,” imbuh Menperin.
Ia menjabarkan, melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar USD3,4 miliar menjadi USD5 miliar di tahun 2018.