“Jumlah penyerapan tenaga kerja di sana terbilang sangat besar, hingga 30 ribu orang,” kata Menperin.
Lompatan kemajuan lainnya pada penerapan hilirisasi industri, terangnya, yakni ekspor dari olahan sawit yang didominasi produk hilir cenderung meningkat dalam kurun lima tahun terakhir. Kontribusinya terhadap perolehan devisa pun cukup signifikan.
“Pada tahun 2018, rasio volume ekspor bahan baku dan produk hilir sebesar 19 persen banding 81 persen,” sebut Menperin.
Ia mengemukakan, Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit mentah (CPO) dan minyak kernel sawit mentah (CPKO) dengan produksi pada 2018 sebesar 47 juta ton. Laju pertumbuhan produksi minyak sawit pun diperkirakan meningkat signifikan.
’’Ekspor minyak sawit dan produk turunannya menyumbang devisa negara hingga USD22 miliar per tahun,” ucap Menperin.
Ia mengaku, pihaknya terus mengawal kebijakan mandatori biodiesel 20% (B20), yang akan ditingkatkan menjadi B30 pada awal tahun 2020. Kemudian, diharapkan pada tahun 2021-2022, komposisi penggunaan bahan bakar nabati akan ditingkatkan menjadi B50 dan B100.
“Pelaksanaan kebijakan mandatori biodiesel telah membawa banyak manfaat, antara lain penghematan impor BBM diesel, pengurangan emisi, dan terbukti mampu menahan jatuhnya harga CPO internasional pada saat terjadi oversupply pada periode tahun 2015-2016 lalu,” tutur Menperin.
Apalagi, menurutnya, Kementerian Perindustrian telah menyusun peta jalan pengembangan industri yang terintegrasi dengan kebijakan biofuel nasional. Hal ini untuk mewujudkan industri nasional yang rendah emisi karbon dan berwawasan lingkungan.
Contohnya, industri flexy fuel engine berbasis bahan bakar nabati, yang diyakini dapat tumbuh berdampingan dengan industri kendaraan listrik, hybrid, dan yang rendah emisi lainnya. (rilis Kemenperin)
Editor: Ilma Amelia