Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet)
Jakarta – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyampaikan, bangsa Indonesia sangat memerlukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru mengingat sudah 74 tahun merdeka, Indonesia masih menggunakan KUHP peninggalan Belanda.
Karenanya, Bamsoet berharap, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah bisa segera membahas kembali Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP dengan memerhatikan semua kritik dan aspirasi dari masyarakat.
“Pembahasan RUU KUHP memang sedang ditunda terlebih dahulu. Pemerintah dan DPR RI sepakat untuk cooling down sehingga bisa sama-sama kembali terjun menyerap aspirasi dari berbagai elemen masyarakat. Kita sangat membutuhkan KUHP yang baru karena KUHP saat ini masih merupakan produk kolonial Belanda,” ujar Bamsoet saat menerima Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Turut hadir 15 dekan Ilmu Sosial Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia, antara lain Dekan FISIP UNHAS Prof. Dr Amin, Dekan FISIP UNJ Dr. Muhammad Zid, Dekan IPDN Bandung Dr. Ismail Nurdin, Dekan FISIP UNAND Dr. Hardi Warsono, Dekan FISIP UNPATTI Prof. Tonny D. Pariela, Dekan FISIP UNTIRTA Dr. Agus Sjafri, dan Dekan FISIP UNSIL Dr. Iis Marwan.
Dalam pertemuan tersebut para dekan menyoroti sejumlah hal, di antaranya pengesahan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembahasan RUU KUHP, gerakan demonstrasi dari berbagai mahasiswa dan pelajar, hingga moralitas parlemen.
Bamsoet menjelaskan, jika dahulu dalam pembahasan RUU KUHP, pemerintah dan DPR RI lebih banyak fokus menyerap aspirasi dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun praktisi hukum, kedepan juga dirinya berharap, DPR akan banyak melibatkan kalangan ilmuwan sosial dan politik, seperti Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia maupun forum akademis lainnya untuk sama-sama membedah RUU KUHP sehingga DPR RI dan pemerintah punya insight dari berbagai disiplin ilmu.