Menperin, Agus Gumiwang Kartasasmita. Sumber foto: kemenperin.go.id
Jakarta – Industri manufaktur Indonesia kembali menunjukkan geliat positif pada Februari 2020.
Hal ini tercermin dari capaian Purchasing Managers Index™ (PMI™) manufaktur Indonesia yang dirilis oleh IHS Markit dengan memperlihatkan kenaikan dari 49,3 pada bulan Januari ke posisi 51,9 pada Februari 2020.
Peningkatan PMI manufaktur Indonesia tersebut, pertama kalinya pada kondisi bisnis sejak bulan Juni lalu.
Poin PMI di atas angka 50 menandakan bahwa sejumlah sektor manufaktur masih melakukan upaya perluasan usaha atau ekspansif.
“Melalui laporan tersebut, kami optimistis terhadap kepercayaan diri dari para investor di sektor industri yang masih tumbuh. Selain itu, mereka juga melihat bahwa iklim usaha di Indonesia tetap kondusif,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (2/3/2020).
Menurut data IHS Markit, lanjutnya, kenaikan PMI manufaktur Indonesia bulan Februari didorong oleh bisnis baru dan kecepatan ekspansi output.
“Akibatnya, sejumlah perusahaan menambahkan lebih banyak karyawan dan aktivitas pembelian,” kata Menperin.
Ia menjelaskan, indeks yang dirilis setiap bulan tersebut memberikan gambaran tentang kinerja industri pengolahan pada suatu negara, yang berasal dari pertanyaan seputar jumlah produksi, permintaan baru, ketenagakerjaan, inventori, dan waktu pengiriman.
Survei PMI manufaktur dikompilasi dari respons bulanan terhadap kuesioner yang dikirimkan kepada eksekutif pembelian di lebih dari 300 perusahaan industri yang dibagi dalam delapan kategori, yakni logam dasar, kimia dan plastik, listrik dan optik, makanan dan minuman, teknik mesin, tekstil dan busana, kayu dan kertas, serta transportasi.
“Kami yakin kinerja industri pengolahan non migas masih berada pada fase ekspansi pada triwulan I tahun 2020,” sebut Menperin.
Oleh karena itu, tambahnya, diperlukan langkah-langkah strategis guna memacu sektor manufaktur agar lebih berdaya saing global.