Suasasa Aksi Unjuk Rasa di Tugu Perjuangan Majene, Selasa (20/10/2020)
Majene, mandarnews.com – Puluhan massa yang tergabung dalam solidaritas perjuangan rakyat (SPR) dan sekelompok nelayan Leppa’ – Leppani’ Majene turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa terkait penolakan Omnibus Law undang – undang cipta kerja dan reklamasi yang terjadi di Pantai Kabupaten Majene.
Aksi unjuk rasa yang dilaksanakan sejak pukul 13:15 Wita ini, digelar di Tugu Perjuangan Majene, samping Pusat Pertokoan, Selasa (20/10).
Hubungan Masyarakat (Humas) SPR Majene, Alparhat Pratama menyampaikan, dilakukannnya kembali aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law setelah pihaknya melakukan pengajian ulang dari isi undang – undang cipta kerja.
“Tuntutan kami sama seperti aksi sebelumnya, yakni pencabutan Omnibus Law, karena setelah kami melakukan pengkajian ulang, itu jelas tidak sesui dengan kepentingan petani dan nelayan pada khususnya,” jelas Alparhat, saat unjuk rasa berlangsung.
Kata Alparhat, adapun isi undang – undang cipta kerja yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat adalah pertama ia terfokus pada klaster lingkungan hidup, kedua pertanahan dan terakhir soal nelayan.
Karena pada dasarnya, ujar Alparhat Sulawesi nantinya akan menjadi ladang investasi untuk tambang.
“Kita membacanya seperti itu karena di rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil (RZWP3K) saja itu ada daerah kawasan tangkap perikanan nelayan yang dijadikan zona tambang,” ucap Humas RSP tersebut.
Menurutnya, nantinya itu akan sangat berdampak bagi nelayan, khususnya bagi mereka yang betul – betul berprofesi sebagai nelayan.
Alparhat juga menambahkan, adapun dampak langsung dari adanya undang – undang cipta kerja nantinya, maka nelayan asing akan bebas masuk di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.
“Intinya kami SPR dan Sekelompok Nelayan Leppa’ – Leppani tidak memerlukan lagi revisi dari undang – undang cipta kerja, melainkan meminta agar Pemerintah Republik Indonesia ataupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) harus segera mencabut undang – undang ini karena sudah jelas bertentangan dengan amanat konstitusi undang – undang dasar 1945,” tegas Alparhat.
Lebih jauh, Alparhat menyampaikan kalaupun pergerakan rakyat tersebut masih belum didengar, maka pihaknya akan memperlebar pengorganisiran.
“Ini baru mahasiswa dan nelayan yang turun, maka kemungkinan besar kita akan memperluas pengorganisiran sampai ke petani. Dan jika pemerintah masih tidak mendengar tuntutan dari rakyat maka jalan satu – satunya pencabutan Jokowi dari jabatannya selaku Presiden RI,” tutupnya.
Sementara salah satu perwakilan kelompok nelayan Leppa’ – Leppani, Ridwan warga Lingkungan Cilallang, Kelurahan Pangali – ali, Kecamatan Banggae, Majene menambahkan ia bersama kelompoknya menolak adanya Omnibus Law dan reklamasi.
Menurutnya, jika Omnibus Law tidak dhentikan maka rakyat kecil akan tersingkirkan dengan adanya investasi asing nantinya.
Ia juga mengklaim bahwa Ommibus Law sama sekali tidak memikirkan kepentingan nelayan.
Tidak hanya Omnibus Law yang menjadi perhatiannya, tetapi Ridwan juga meminta agar kiranya pemerintah bisa menghentikan proyek reklamasi.
Karena menurut Ridwan, reklamasi betul – betul menganggu aktivitas laut yang dilakukan nelayan selama ini.
“Reklamasi juga mengganggu ruang hidup kami, seperti memarkir kapal dan lain sebagainya. Maka dengan itu, selama reklamasi ini tidak dihentikan maka kami tidak bisa tenang. Sebab, ketika air pasang, maka kita khawatir dengan kapal kami yang akan hancur terhantam ombak sebab jauh dari bibir pantai sata memarkir,” jelas Ridwan.
Ridwan juga menjelaskan, jika selama ini sebelum adanya reklamasi, tangkapan nelayan cukup memuaskan bahkan dengan jarak tangkap yang tidak terlalu jauh. Namun, semenjak adanya reklamasi ujar Ridwan, tangkapan justru malah menipis dan sangat sulit memperoleh tangkapan jika tidak lebih dari 12 mil.
Ridwan berharap, agar pemerintah betul – betul memikirkan konsekuensi dari kebijakan yang diambil, tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi.
Setelah sekira pukul 16:00 Wita, aksi unjuk rasa pun usai dan berjalan damai tanpa ada gesekan antara massa dengan keamanan.
Reporter : Putra.